Apa Makna Tumpek Wayang? Perlukah Mebayuh Sapuh Leger ?
KABARPORTAL.COM – Tumpek Wayang merupakan salah satu hari raya suci dalam tradisi Hindu, khususnya di Bali, yang dirayakan setiap 6 bulan atau 210 hari sekali berdasarkan kalender Bali.
Hari ini diyakini sebagai manifestasi Dewa Iswara, yang berperan untuk menerangi kegelapan, memberikan pencerahan bagi kehidupan di dunia, serta membangkitkan daya seni dan keindahan.
Nama “Tumpek Wayang” sendiri berasal dari kata “tum” yang berarti kesucian, dan “pek” yang berarti putus atau akhir, mencerminkan hari suci yang jatuh pada penghujung akhir siklus Saptawara dan Pancawara, yakni Saniscara Kliwon wuku Wayang.
Daftar Isi
Makna Filosofis Tumpek Wayang
Tumpek Wayang melambangkan dunia yang sering kali diliputi oleh kegelapan akibat kebodohan, keangkuhan, dan keserakahan manusia. Dalam tradisi Hindu, Dewa Siwa mengutus Sanghyang Samirana ke dunia untuk memberikan kekuatan kepada manusia agar dapat menjalani kehidupannya dengan lebih baik. Hal ini menjadi simbol penting bagaimana kebijaksanaan dan pencerahan dapat membebaskan manusia dari belenggu kegelapan.
Upacara Sapuh Leger: Ruwatan untuk Anak Lahir di Wuku Wayang
Salah satu kepercayaan unik di Bali adalah tradisi yang berkaitan dengan anak-anak yang lahir pada wuku Wayang. Hari ini dianggap keramat, sehingga anak yang lahir pada hari tersebut harus diupacarai melalui prosesi khusus yang disebut Sapuh Leger. Ritual ini bertujuan untuk melindungi anak dari gangguan atau “buruan” Dewa Kala.
Berdasarkan lontar Sapuh Leger dan Dewa Kala (cf. Gedong Kirtya, Va. 645), Batara Siwa memberikan izin kepada Dewa Kala untuk memangsa anak-anak yang lahir pada wuku Wayang. Oleh karena itu, masyarakat Bali melakukan upacara ruwatan dengan menyertakan pementasan Wayang Sapuh Leger, lengkap dengan sesajen yang lebih berat dan lengkap dibandingkan upacara wayang lainnya.
Tumpek Wayang Sebagai Hari Kesenian
Selain memiliki dimensi spiritual, Tumpek Wayang juga dikenal sebagai “hari kesenian”. Pada hari ini, berbagai jenis kesenian seperti wayang, barong, rangda, topeng, dan gamelan diupacarai sebagai bentuk rasa syukur kepada Sang Hyang Taksu. Upacara ini sering disimbolkan melalui pertunjukan wayang kulit, yang dianggap sebagai teater total karena menggabungkan berbagai unsur seni seperti seni rupa, seni musik, seni suara, dan seni peran.
Tumpek Wayang bukan sekadar hari raya, melainkan sebuah perayaan yang sarat dengan nilai-nilai spiritual, filosofi kehidupan, dan tradisi seni. Upacara dan ritual yang dilakukan pada hari ini mencerminkan rasa syukur umat Hindu kepada alam semesta dan Tuhan, sekaligus menjaga keharmonisan antara manusia, alam, dan seni.
Dengan makna yang begitu mendalam, Tumpek Wayang menjadi salah satu bagian penting dari kebudayaan Bali yang terus dilestarikan dari generasi ke generasi.
0 Reviews
ikuti kami di Google News