swipe up
[modern_search_box]

Biogas dari Kotoran Babi, Solusi Energi Alternatif Ramah Lingkungan di Gianyar

 Biogas dari Kotoran Babi, Solusi Energi Alternatif Ramah Lingkungan di Gianyar

ilustrasi babi/ pixabay/ balikonten

GIANYAR, KABARPORTAL.COM - Di tengah upaya transisi menuju energi bersih, warga Desa Puhu di Kabupaten Gianyar, Bali, menunjukkan langkah konkret dengan memanfaatkan kotoran babi sebagai sumber energi alternatif. Ketut Sepot (62), seorang peternak di Banjar Carik, berhasil mengubah limbah ternaknya menjadi biogas yang kini menjadi andalan dapur rumah dan warung miliknya.

"Inilah bentuk energi dari desa, kotoran ternak jadi bahan bakar. Saya awalnya heran, tapi setelah dicoba ternyata bisa nyalain kompor," ujar Ketut dalam kegiatan Jelajah Energi Bali bersama Institute for Essential Services Reform (IESR).

Biogas yang dihasilkan berasal dari kotoran enam ekor babi indukan yang dimasukkan ke dalam empat unit digester bawah tanah sedalam 1,6 meter. Dengan instalasi biogas senilai Rp5 juta, gas hasil fermentasi dialirkan melalui pipa sepanjang 70 meter ke dapur.

Energi Terbarukan yang Berkelanjutan

Proses konversi limbah menjadi gas terjadi secara alami. Selama suplai kotoran terus masuk, proses pembentukan gas akan berlangsung tanpa henti. Bahkan limbah padat yang tersisa bisa dimanfaatkan sebagai pupuk organik, menjadikan sistem ini sebagai bagian dari ekonomi sirkular di tingkat rumah tangga.

promo pembuatan website bulan ini

“Dulu baunya bikin pusing dan tanaman malah mati. Sekarang, kotorannya jadi sumber energi dan pupuk yang bagus,” ujar Ketut.



Tak hanya ramah lingkungan, penggunaan biogas juga sangat menghemat biaya energi. Istrinya, Aryanti, mengungkapkan bahwa kebutuhan akan gas LPG hampir tidak ada lagi dalam aktivitas sehari-hari.

“Kami beli gas LPG 3 kilogram hanya saat ada acara besar. Sehari-hari, kami masak pakai gas dari biogas,” tuturnya.

Desa Puhu, Contoh Transisi Energi Lokal

IESR mencatat bahwa rumah tangga di Desa Puhu yang memanfaatkan biogas bisa menghemat hingga 180 kilogram LPG setiap tahunnya. Dalam konteks kebijakan energi bersih Bali, langkah seperti ini dinilai sangat relevan dan potensial untuk diperluas.

“Desa Puhu adalah contoh nyata bagaimana energi terbarukan bisa tumbuh dari desa, bukan hanya dari kota atau sektor industri,” ujar Marlistya Citraningrum, Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan IESR.



Menurutnya, model ini menunjukkan bahwa transisi energi tidak selalu memerlukan teknologi rumit atau investasi besar. Cukup dengan memanfaatkan potensi lokal dan kesadaran lingkungan, desa bisa mandiri energi.

1 dari 2 halaman

ikuti kami di Google News

Penulis: Putu Astawa

Editor: Tim Kabarpotal

Baca Juga: