Cecak: Simbol Ilmu Pengetahuan dalam Tradisi Hindu Bali

Cecak Simbol Ilmu Pengetahuan dalam Tradisi Hindu Bali/ kabarportal
DENPASAR, KABARPORTAL.COM - Setiap perayaan Hari Raya Saraswati, umat Hindu di Bali selalu menghadirkan banten dengan jajan berbentuk cecak. Mengapa bentuk cecak dipilih?
Banyak yang percaya bahwa cecak melambangkan Sang Hyang Aji Saraswati, dewi ilmu pengetahuan. Dalam tradisi Bali, cecak bukan sekadar hewan biasa. Ia dianggap memiliki sifat bijaksana, sakti, bahkan magis. Benarkah demikian? Apa makna di balik simbol cecak ini?
Makna Cecak dalam Budaya Bali
Dalam budaya Bali, cecak memiliki tempat istimewa. Ketika sedang mengobrol dan tiba-tiba terdengar suara “cek-cek” dari hewan ini, banyak yang mempercayai bahwa apa yang dibicarakan telah mendapat “persetujuan” dari cecak. Tak jarang, ucapan “Pakulun Batara Sang Hyang Aji Saraswati” terlontar sebagai bentuk penghormatan. Tapi, mengapa cecak dianggap sebagai simbol ilmu pengetahuan?
Salah satu alasan yang sering dikemukakan adalah kecerdikan cecak. Saat dikejar predator, cecak mampu melepaskan ekornya yang kemudian bergerak-gerak untuk mengelabui musuh. Sementara predator sibuk dengan ekor yang terlepas, cecak melarikan diri dan selamat. Selain itu, kemampuan cecak merayap di dinding atau langit-langit dengan telapak kaki yang memiliki daya rekat khusus juga dianggap luar biasa.
Kisah lain yang menarik adalah legenda Prabu Anglingdharma. Konon, ia bertengkar dengan permaisurinya karena menyimpan rahasia percakapan dua ekor cecak. Akibatnya, sang permaisuri melakukan labuh geni, menceburkan diri ke dalam api hingga tewas. Cerita ini menegaskan betapa cecak dianggap memiliki makna mendalam dalam tradisi Bali.
Kaitan dengan Akśara Bali
Namun, apakah cecak benar-benar bijaksana atau sakti? Untuk memahami ini, kita perlu menyelami lebih dalam Akśara Bali, sistem tulisan suci yang kaya makna. Akśara Bali terbagi menjadi Akśara biasa dan Akśara suci. Akśara biasa mencakup Akśara wreastra (18 huruf untuk penggunaan sehari-hari, seperti a, na, ca, ra, ka) dan Akśara swalalita (47 huruf untuk kesusastraan Kawi, seperti a, i, u, e, o). Sementara itu, Akśara suci terdiri dari Akśara wijākśara (kombinasi swalalita dan aṁsa, seperti ong, ang, ung, mang) serta modre (tulisan magis).
Akśara aṁsa memiliki makna mendalam, melambangkan Dewa Tri Murti—Brahma (api), Wiṣṇu (air), dan Śiwa (udara)—yang merepresentasikan siklus utpatti (kelahiran), sthiti (kehidupan), dan pralina (kematian).
ikuti kami di Google News



