Jenis-jenis Padmasana di Bali Lengkap dengan Penjelasannya
DENPASAR, KABARPORTAL.COM – Berikut ini merupakan penjelasan tentang Padmasana yang dirangkum dari beberapa sumber.
Tempat suci di Bali tentu memiliki bangungn suci dengan fungsi dan maknanya masing-masing.
Pun setiap tempat memiliki jumlah dan tempat suci yang menyesuaikan dengan tempat atau berdasarkan peruntukannya.
Salah satu bangungn suci yang sering kali ditemukan pada tempat yang sama adalah Padmasana.
Namun tentunya Padmasana juga memiliki beberapa bagian atau beberapa jenis yang berbeda.
Berikut ini adalah beberapa jenis Padmasana yang perlu diketahui.
Daftar Isi
Apa itu Padmasana
Dilansir dari buku Acara Agama Hindu karya Putu Sanjaya, halaman 103 disebutkan bahwa Padmasana terdiri dari 2 kata yakni Padma dan Asana yakni kata Padma bermakna Teratai dan Asana berarti duduk.
Sehingga Padmasana diartikan sebagai tempat duduk bunga teratai. Bunga teratai juga dikaitkan dengan Asta Iswarya yakni paradewa yang menempati 8 penjuru mata angin.
8 Dewa yang menempati penjuru mata angin adalah Brahma di Selatan, Wisnu di Utara , Iswara di Timur, Mahadewa di Barat, Mahaswara di Tenggara, Sambhu di Timur, Rudra di Barat Daya, dan Sangkara di Barat Laut.
Sehingga Bunga Teratai ini juga dikaitkan atau symbolik Asta Iswara dana hubungan dengan Padmasana.
Fungsi Padmasana
Masih dalam buku yang sama, Padmasana berfungsi untuk melakukan pemujaan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa yakni penguasa alam semesta beserta isinya.
Bentuk Padmasana
Diketahui jika Padmasana merupakan bangunan suci yang menjulang cukup tinggi.
Padmasana dalam lontar Wariga Catur Winasarira dikelompokkan sebagai berikut:
Padmasana Berdasarkan Tempat:
Padmasana Kencana
Terletak di Timur dengan bangunan menghadap ke arah Barat.
Padmasana
Letaknya di sisi Selatan dengan posisi menghadap ke Utara.
Padmasari
Berada di sebelah Barat dengan poisisi menghadap ke Timur.
Padmalingga
Letaknya di sebelah Utara dengan posisi menghadap ke Selatan.
Padma Asta Sodana
Berada di Tenggara dengan posisi menghadap ke Barat Laut.
Padma Naga
Posisi bangungn berada di sebelah Barat Daya dengan posisi menghadap ke Timur Laut.
Padma Karo
Berada di sisi sebelah Barat Laut dengan posisi menghadap ke Tenggara.
Padma Saji
Letaknya berada di Timur Laut dengan Posisi menghadap ke Barat Daya.
Padma Kurung
Posisinya berada di tengah dengan menghadap ke arah Pintu keluar atau lawangan.
[table id=5 /]
Padmasana berdasarkan Ruang dan Tingkatan
Padmasana juga dibedakan berdasarkan ruang atau rong dan pepalihannya atau tingkatan/ undagan sebagai berikut:
Padmasari Anglayang
Memiliki jumlah ruang tiga atai rong telu dilengkapi dengan Bedawang Nala dan jumlah pepalih lima.
Padma Agung
Memiliki jumlah ruang 2 atau rong dua dan dilengkapi dengan Bedawang Nala dan jumlah pepalih 5.
Padmasana
Jumlah rongnya 1 atau rong siki dengan Bedawang Nala dan pepalih berjumlah lima.
Padmasari
Memiliki jumlah ruang 1 atau rong siki dan menggunakan Bedawang Nala dan memiliki jumlah 3 pepalih yakni palih taman (bawah), palih sancak (tengah) dan palih sar (atas).
Sumberl lain juga menyebutkan jika Padmasari tidak menggunakan Bedawang Nala.
Padmacapah
Memiliki ruang sebanyak 1 atau rong siki dan tidak menggunakan Bedawang Nala dengan jumlah pepalih 2.
Dari sumber lain disebutkan bahwa Padmasana pertama kali diperkenalkan oleh Danghyang Nirartha pada zaman kerajaan Dalem Waturenggong di Bali pada abad ke-15.
Padmasari dan Padmacapah ini biasnaya menyendiri dan memiliki fungsi sebagai pengayatan atau penyawangan.
Sedangkan untuk pedagingan, baik Padmasari dan Padmacapah hanya memiliki dasar dan puncak saja.
Untuk Padmasana dengan Bedawang Nala menggunakan pedagingan pada dasar, madya atau tengah dan puncak.
Kemudian untuk tata cara pembangungan menggunakan Asta Kosala-kosali serta Asta Bumi.
Hiasan Padmasana
Padmasana memiliki beberapa hiasan yang menyertainya sebagaimana dikutip dari Babadbali sebagai berikut:
Di dasar bangunan ada Bhedawangnala, yaitu ukiran “mpas” (kura-kura besar) yang dililit dua ekor naga. Kura-kura adalah symbol dasar bhuvana dibayangkan sebagai api magma, sedangkan naga adalah symbol Basuki yaitu kekuatan yang mengikat alam semesta. Bhedawangnala adalah Bahasa Kawi, di mana ‘bheda” artinya: lain, kelompok, selisih; “wang” artinya: peluang, kesempatan; “nala” artinya: api.
Jadi bhedawangnala artinya: suatu kelompok (kesatuan) yang meluangkan adanya api. Api di sini bisa dalam arti nyata sebagai dapur magma inti bumi, dapat juga dalam arti symbol lain yaitu energi kekuatan hidup.
Karena letaknya di bawah/ dasar bangunan maka symbol bhedawangnala dapat bermakna sebagai kekuatan bumi ciptaan Hyang Widhi yang perlu dijaga, dan dapat pula bermakna sebagai dasar kehidupan manusia yaitu energi yang senantiasa perlu ditumbuh kembangkan.
Dewa Wisnu yang mengendarai Garuda diletakkan di bagian tengah belakang, adalah symbol Hyang Widhi dalam manifestasi sebagai pemelihara.
Angsa diletakkan di bagian atas belakang, adalah symbol Sanghyang Saraswati bermakna sebagai: pengetahuan, ketelitian, kewaspadaan, ketenangan dan kesucian.
Acintya diletakkan di bagian atas depan, adalah symbol Hyang Widhi yang tidak dapat dilihat, dipikirkan wujudnya, di raba, namun vibrasinya dapat dirasakan.
Hiasan lainnya dapat berupa karang gajah, karang boma, karang bun, karang paksi, dll. yang semuanya bermakna sebagai symbol keaneka ragaman alam semesta.
Memilih Lokasi Padmasana
Dalam membangun Padmasana juga perlu memperhatikan Lontar Keputusan Sanghyang Anala, lontar mana ditulis berdasarkan wahyu yang diterima oleh Bhagawan Wiswakarma.
Selain untuk membangun Padmasana, aturan ini juga dapat berlaku untuk membangun Pura, Sanggah Pamerajan, dan perumahan.
Lokasi yang Baik:
Lebih tinggi di Barat (dari arah pusat kota atau dari arah jalan raya). Disebut “manemu labha” di mana sinar matahari tidak terhalang sejak pagi sampai sore, membawa keberuntungan dan umur panjang.
Lebih tinggi di arah laut, disebut “paribhoga wredhi”, membawa kemakmuran yang melimpah bagi penghuninya.
Rata (dengan jalan atau pusat kota) disebut “madya” tidak ada keistimewaan artinya biasa-biasa saja, namun dengan syarat: sinar matahari, udara dan air tersedia cukup tidak terhalang apapun.
Ketika berada di atas tanah itu perasaan damai, tentram dan hening, walaupun lokasi itu tidak memenuhi persyaratan seperti nomor 1,2,3 di atas, disebut “dewa ngukuhi”, membawa ketentraman bathin dan kedamaian.
Tanah berbau pedis ketika dicongkel sedalam 30 Cm, disebut “sihing kanti” sangat baik karena akan mempunyai banyak sahabat.
[table id=3 /]
Pengupa Hayu:
adalah usaha untuk menghindarkan bahaya-bahaya yang mengancam, karena “palemahan hala” dan “karang kebaya-baya”. Bila terpaksa harus membangun di tanah-tanah kurang baik seperti tersebut di atas, lakukan hal-hal sebagai berikut:
Untuk pekarangan “sandang lawe”, buatkan padma capah tepat di arah jalan dari depan, di mana distanakan Sanghyang Indra Balaka.
Untuk pekarangan: “sula nyupi”, “kuta kebanda”, dan “teledu nginyah” di tengah-tengah pekarangan dibuat padma capah di mana distanakan Sanghyang Dhurgamaya.
[table id=4 /]
Untuk “karang grah” dibuatkan bangunan “sombah” yaitu tembok pagar yang berlubang sebagai symbol keluar-masuknya Sang Kala Awengku Rat.
Untuk tanah-pekarangan lain-lain yang termasuk palemahan hala dan karang kebaya-baya agar dibuatkan banten caru dengan tingkatan yang lebih besar misalnya “manca sanak”, “manca kelud”, dan “balik sumpah. ***
0 Reviews
ikuti kami di Google News