Kajeng Kliwon Enyitan: Makna Sakral dan Tradisi Spiritual Masyarakat Bali

ilustrasi gambar barong oleh mermoz lionel/ Pixellab/ kabarportal
DENPASAR, KABARPORTAL.COM – Di tengah kehidupan masyarakat Bali yang kental dengan tradisi, Kajeng Kliwon Enyitan menjadi salah satu rahinan penting yang hadir setiap 15 hari sekali. Perayaan ini merupakan perpaduan unik antara Pancawara Kliwon dan Triwara Kajeng, yang oleh masyarakat setempat dianggap sebagai momen sakral dan penuh makna spiritual.
Selain Kajeng Kliwon Enyitan, ada pula variasi lain seperti Kajeng Kliwon Pamelas Tali yang bertepatan dengan Hari Kuningan, serta Kajeng Kliwon Uwudan yang jatuh setelah Purnama. Ketiganya memiliki keistimewaan tersendiri dalam tradisi Hindu Bali, menjadikannya waktu yang dinanti untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Saat Kajeng Kliwon tiba, umat Hindu Bali tidak hanya melaksanakan persembahyangan, tetapi juga kerap melakukan ritual melukat. Ritual pembersihan diri ini diyakini mampu menyucikan jiwa dan raga dari berbagai pengaruh negatif. Persembahyangan sendiri terbagi menjadi dua jenis utama, yakni Nitya Karma dan Naimitika Karma. Nitya Karma merujuk pada sembahyang rutin yang dilakukan setiap hari sebagai bagian dari kewajiban umum, sementara Naimitika Karma adalah persembahyangan khusus yang dilaksanakan pada waktu dan hari tertentu, seperti saat Kajeng Kliwon.
Makna Sakral Kajeng Kliwon
Kajeng Kliwon dianggap keramat karena menjadi waktu ideal untuk menghidupkan energi spiritual dan melakukan aji ugig, sebuah praktik yang diyakini mampu memperkuat hubungan dengan alam semesta. Sarana atau banten yang digunakan dalam ritual ini bervariasi, tergantung pada tradisi desa kala patra serta kemampuan masing-masing umat. Namun, secara umum, banten seperti segehan atau blabaran sering menjadi pilihan untuk dihaturkan di setiap palinggih di rumah.
Tujuan utama dari persembahan ini adalah memohon keselamatan dan kelimpahan rezeki kepada Ida Bhatara yang bersemayam di palinggih. Banten Blabaran, misalnya, diletakkan di bawah sebagai wujud penghormatan kepada penghuni alam bawah, seperti manusia, hewan, hingga makhluk halus seperti gumatat-gumitit. Sementara itu, Segehan Cacah menjadi salah satu jenis segehan khas yang dihaturkan saat Kajeng Kliwon berlangsung.
Banten dan Sesajen dalam Ritual
Dalam pelaksanaan Kajeng Kliwon, banten yang umum digunakan meliputi canang lengawangi, buratwangi, canang yasa, dan canang gantal. Banten-banten ini diletakkan di atas sebagai persembahan kepada Durgawi, simbol kekuatan ilahi yang melindungi. Di sisi lain, sesajen biasanya dihaturkan di tanah merajan, sanggah, pekarangan rumah, hingga pintu masuk utama, ditujukan kepada Sang Durga Bhucari, Kala Bhucari, dan Bhuta Bhucari.
ikuti kami di Google News