swipe up
[modern_search_box]

Kajeng Kliwon Uwudan, Banten hingga Dewasa Ayu

 Kajeng Kliwon Uwudan, Banten hingga Dewasa Ayu

Mengapa Kajeng Kliwon Dianggap Hari Sakral oleh Umat Hindu Bali?/ kabarportal

DENPASAR, KABARPORTAL.COm - Kajeng Kliwon adalah momen istimewa dalam kalender Bali yang terjadi setiap 15 hari sekali, bertepatan dengan siklus Purnama dan Tilem.

Momen ini merupakan perpaduan antara Tri Wara (Kajeng) dan Panca Wara (Kliwon), menghasilkan tiga jenis Kajeng Kliwon, yaitu Kajeng Kliwon Uwudan, Enyitan, dan Pamelastali.

Kajeng Kliwon Uwudan terjadi setelah Purnama, Enyitan muncul pasca-Tilem, sementara Pamelastali berlangsung setiap enam bulan sekali.

Hari ini Bali akan menyambut Kajeng Kliwon Uwudan. Umat Hindu di Bali biasanya menghaturkan sesaji seperti banten segehan atau blabaran, serta tipat dampul, di rumah atau merajan.

promo pembuatan website bulan ini

Sesaji ini menjadi wujud penghormatan sekaligus sarana untuk menetralkan energi negatif yang diyakini ada di sekitar.



Menurut informasi dari laman Disbud Buleleng, Kajeng verb Kliwon juga dikenal sebagai waktu yang sering digunakan untuk praktik pangeleakan atau penestian, terutama oleh mereka yang mendalami ilmu spiritual di Bali.

Hari ini dianggap memiliki energi khusus karena pertemuan Kajeng dan Kliwon menciptakan harmoni dualitas alam semesta.

Dalam tradisi Bali, energi alam semesta (Bhuwana Agung) diyakini tercermin dalam tubuh manusia (Bhuwana Alit). Kajeng Kliwon menjadi momen ketika kedua elemen ini bertemu, menciptakan keseimbangan spiritual yang mendalam.

Banten segehan atau blabaran, yang dihaturkan pada hari ini, berperan penting untuk menjaga harmoni dan menangkal pengaruh negatif.



Dengan ritual sederhana namun penuh makna, Kajeng Kliwon Uwudan menjadi pengingat akan keseimbangan antara manusia dan alam, yang terus dijaga oleh umat Hindu Bali melalui tradisi yang kaya akan nilai spiritual.

Dewasa Ayu

  • Cintamanik. Baik untuk melakukan upacara potong rambut.
  • Gagak Anungsang Pati. Tidak baik melakukan upacara membakar mayat, atiwa-tiwa
  • Kala Sor. Tidak baik untuk bekerja hubungannya dengan dengan tanah seperti membajak, bercocok tanam, membuat terowongan.
  • Pepedan. Baik untuk membuka lahan pertanian baru. Tidak baik untuk membuat peralatan dari besi.
  • Rangda Tiga. Tidak baik melakukan upacara pawiwahan.
  • Ratu Magelung. Baik untuk menanam kelapa.
  • Pararasan: Aras Tuding, Pancasuda: Satria Wibawa, Ekajalaresi: Kinasihaning Jana, Pratiti: Widnyana.
1 dari 2 halaman

ikuti kami di Google News

Penulis: Putu Astawa

Editor: Tim Kabarpotal

Baca Juga: