Kenalan dengan Petruk Pemain Drama Gong yang Dikenal Sebagai Pensiunan PNS

Petruk pemain drama gong yang daulu sering berpasangan dengan alm. dolar/ kabarportal
BANGLI, BALIKONTEN.COM – Sosok Petruk telah lama menjadi ikon seni drama gong di Bali. Dengan banyolan cerdas, ekspresi jenaka, dan gaya panggung yang membumi, ia mampu memikat hati penonton dari berbagai kalangan.
Nama Petruk kembali ramai diperbincangkan setelah absennya dari Pesta Kesenian Bali (PKB) 2025 memicu gelombang dukungan di media sosial, bahkan hingga muncul tagar #SavePekakPetruk. Menanggapi hal ini, Gubernur Bali Wayan Koster meminta agar legenda hidup ini dilibatkan dalam pementasan drama gong lawas di PKB mendatang. Siapa sebenarnya Petruk, dan mengapa kehadirannya begitu penting bagi seni budaya Bali?
Kiprah Sang Maestro Banyolan Bali
1. I Nyoman Subrata, Jiwa di Balik Petruk
Di balik nama panggung yang melegenda, Petruk adalah I Nyoman Subrata, pria kelahiran Banjar Kawan, Bangli, pada 1 September 1949. Nama “Petruk” melekat karena perannya sebagai tokoh kocak dan nyentrik dalam drama gong, sebuah seni pertunjukan tradisional Bali yang menggabungkan teater, tari, dan humor. Dengan karisma alami, ia menghidupkan karakter yang tak hanya menghibur, tapi juga menyentuh hati penonton.
2. Memulai Langkah di Panggung Seni sejak 1975
Perjalanan seni Petruk dimulai pada 1975, saat drama gong tengah menjadi hiburan favorit masyarakat Bali. Di tengah maraknya pertunjukan tradisional, Petruk menonjol berkat bakat alaminya sebagai pelawak. Gaya panggungnya yang spontan dan kemampuan membaca situasi membuatnya cepat dikenal sebagai sosok yang mampu menghidupkan suasana, bahkan di panggung sederhana sekalipun.
3. Duet Ikonik Bersama Dolar
Nama Petruk benar-benar melambung pada era 1980-an hingga 1990-an berkat duetnya dengan Dolar. Pasangan ini menjadi legenda dalam dunia drama gong, menghadirkan lawakan segar yang sarat dengan kritik sosial.
Tawa yang mereka ciptakan bukan sekadar hiburan, melainkan cerminan realitas sosial yang disampaikan dengan cerdas. Sayangnya, sejak 2002, duet ini berpisah. Meski sempat mencoba berkolaborasi dengan pelawak lain, Petruk mengakui chemistry sekuat bersama Dolar sulit ditemukan kembali.
4. Dari PNS RSJ Bangli ke Panggung Hiburan
Selain sebagai seniman, Petruk juga seorang mantan pegawai negeri sipil di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali, Bangli. Ia mengabdi sejak 1971 hingga pensiun pada 2005. Pengalamannya di RSJ ternyata menjadi sumber inspirasi unik. Celetukan dan tingkah laku pasien kerap ia suling menjadi materi lawakan yang segar dan autentik. Meski telah pensiun, semangatnya untuk menghibur tak pernah redup.
5. Tetap Produktif di Usia Senja
Kini, di usia 75 tahun, Petruk masih aktif tampil di berbagai pementasan drama gong dan bondres, baik dalam acara kebudayaan maupun panggung tradisional. Ia juga bergabung dalam Paguyuban Peduli Seni Drama Gong Lawas, sebuah komunitas yang berdedikasi melestarikan seni pertunjukan tradisional Bali. Ketangguhannya di panggung membuktikan bahwa usia bukan penghalang untuk terus berkarya.
6. Lebih dari Sekadar Pelawak
Keunikan Petruk terletak pada kemampuannya menyisipkan pesan moral dan kritik sosial dalam setiap penampilan. Ia tak hanya menghibur, tetapi juga mengedukasi penonton melalui humor yang cerdas dan relevan. Lawakannya sering kali menjadi cermin kehidupan masyarakat, disampaikan dengan cara yang ringan namun mengena. Inilah yang membuat Petruk begitu dicintai dan dihormati sebagai seniman sejati.
Mengapa Petruk Harus Hadir di PKB 2025?
Pesta Kesenian Bali adalah ajang tahunan yang merayakan kekayaan budaya Pulau Dewata. Kehadiran Petruk dalam PKB 2025 bukan hanya soal menghidupkan nostalgia, tetapi juga tentang melestarikan warisan seni drama gong yang kini mulai tergerus zaman.
Dukungan Gubernur Koster untuk melibatkan Petruk menunjukkan pengakuan atas kontribusinya bagi seni Bali. Dengan kehadirannya, PKB 2025 diharapkan mampu menghidupkan kembali pesona drama gong lawas, sekaligus menginspirasi generasi muda untuk mencintai seni tradisional.
Menjaga Warisan Budaya Bali
Kiprah Petruk adalah bukti bahwa seni tradisional tetap relevan di tengah gempuran hiburan modern. Lewat banyolan yang cerdas dan penampilan yang tulus, ia telah menjadi jembatan antara masa lalu dan masa kini.
Kehadirannya di PKB 2025 bukan hanya sekadar pementasan, melainkan simbol perjuangan untuk menjaga identitas budaya Bali. Mari dukung Petruk dan drama gong lawas agar terus bersinar, bukan hanya di Bali, tetapi juga di hati masyarakat Indonesia.
***