Lembu Putih Sakral di Desa Taro, Simbol Kesucian yang Tak Bisa Dijual atau Disembelih

 Lembu Putih Sakral di Desa Taro, Simbol Kesucian yang Tak Bisa Dijual atau Disembelih

objek wisata Lembu Putih Desa Taro di Gianyar/ kabarportal

GIANYAR, KABARPORTAL.COM – Di jantung Pulau Dewata, terdapat sebuah desa wisata bernama Desa Taro yang menyimpan tradisi unik dan sakral. Salah satu warisan budaya yang masih dijaga dengan penuh penghormatan di desa ini adalah lembu putih. Hewan ini bukan sekadar ternak biasa, melainkan simbol kesucian yang dihormati oleh masyarakat setempat dan dianggap sebagai ‘duwe’ atau hewan peliharaan sakral.

Konservasi Lembu Putih, Warisan Sejarah yang Dijaga Ketat

Desa Taro dikenal sebagai destinasi wisata berbasis ekologi dan spiritual dengan konsep “An Eco Spiritual Destination.” Komitmen masyarakat dalam menjaga keseimbangan alam terlihat dari adanya berbagai kawasan konservasi, salah satunya adalah Konservasi Lembu Putih.

Keberadaan lembu putih di Desa Taro dikaitkan dengan kedatangan Ida Maha Rsi Markandeya pada abad ke-7, yang dikenal sebagai pendiri desa ini. Dahulu, lembu putih dibiarkan berkeliaran bebas di lingkungan desa, bahkan sering masuk ke rumah warga. Namun, sejak tahun 2011, populasi lembu putih mulai dikonservasi guna memastikan kelestariannya.

Baca Juga:  3 Pantai Paling Viral di Badung Selatan yang Wajib Kalian Kunjungi

promo pembuatan website bulan ini

“Dulu lembu putih sering ke desa tetangga, sehingga sulit dipantau jumlahnya. Akhirnya, sejak 2011 kami mulai melakukan konservasi agar lebih terjaga,” ujar I Wayan Gede Ardika, pengelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Taro sebagaimana dikutip dari sebuah wawancara belum lama ini.

Simbol Kendaraan Suci Dewa Siwa

Masyarakat Hindu Bali di Desa Taro meyakini bahwa lembu putih adalah kendaraan suci Dewa Siwa. Oleh karena itu, keberadaannya sangat disakralkan. Bahkan, setiap lembu putih di desa ini memiliki nama khusus. Lembu putih betina disebut Ida Ayu, sedangkan yang jantan disebut Ida Bagus. Hingga saat ini, terdapat 56 ekor lembu putih yang hidup di kawasan konservasi Desa Taro.



“Setiap tahun, jumlahnya selalu stabil. Jika ada yang mati, pasti ada yang lahir. Itu sudah menjadi hukum alam,” tambah Ardika.

Uniknya, di Desa Taro, lembu putih tidak boleh disembelih, diperjualbelikan, atau dikonsumsi. Hewan ini hanya digunakan dalam upacara keagamaan seperti Mepurwa Daksina dan Memineh Empehan Lembu, yang merupakan bagian dari ritual sakral masyarakat Hindu Bali.

Baca Juga:  Selain Pesta Kesenian Bali, Pasar Seni Juga Jadi Incaran Wisatawan, Yuk Simak

Manfaat Lembu Putih: Dari Sarana Upacara hingga Produk Ramah Lingkungan

Kesakralan lembu putih tak hanya terbatas pada keberadaannya sebagai simbol spiritual, tetapi juga pada hasil yang dihasilkannya. Susu, urin, kotoran, hingga air mata lembu putih dipercaya memiliki manfaat dalam upacara keagamaan serta terapi pengobatan herbal. Oleh karena itu, semua elemen dari hewan ini dimanfaatkan dengan cara yang penuh penghormatan.

Tak hanya itu, masyarakat Desa Taro juga mengembangkan produk-produk berbasis hasil olahan lembu putih melalui program Bio Taro. Beberapa produk yang telah dikembangkan antara lain:



  • Pupuk organik dan pestisida alami dari kotoran lembu putih.
  • Biogas sebagai sumber energi alternatif.
  • Briket ramah lingkungan untuk kebutuhan pertanian.

Destinasi Wisata Edukasi dan Konservasi di Desa Taro

Traveler yang berkunjung ke Desa Wisata Taro tak boleh melewatkan pengalaman unik di kawasan konservasi lembu putih ini. Beragam aktivitas menarik bisa dinikmati, seperti:

  • Memberi makan lembu putih dan berinteraksi langsung dengan mereka.
  • Wisata edukasi tanaman obat dan tanaman upacara Hindu.
  • Outbound dan camping di area hijau yang luas.
  • Bermain di taman terbuka hijau yang asri dengan fasilitas ramah keluarga seperti bale bengong dan wantilan serbaguna.
Baca Juga:  Seres Springs Resort & Spa Singakerta, Ubud Rayakan Christmas Lighting Ceremony dan Hadirkan Berbagai Rangkaian Acara Akhir Tahun

Untuk memasuki kawasan konservasi ini, wisatawan hanya dikenakan tiket masuk sebesar Rp 10.000 per orang. Jika ingin mencoba aktivitas outbound, traveler cukup membayar Rp 150.000 per orang, yang sudah termasuk fasilitas lengkap seperti pemandu, makan siang, dan peralatan lainnya.

Desa Taro bukan sekadar destinasi wisata biasa. Keunikan tradisi dan pelestarian lembu putih menjadikannya tempat yang penuh nilai spiritual, ekologi, dan budaya yang tak ternilai harganya. Jika Anda mencari pengalaman wisata yang lebih bermakna di Bali, konservasi lembu putih di Desa Taro adalah tempat yang wajib dikunjungi. ***

0 Reviews

Write a Review

ikuti kami di Google News

0 Reviews

Write a Review

Baca Juga:

error: Content is protected !!