Lontar Palalindon Bali Telah Mengupas Tentang Gempa Bumi Berdasarkan Sasih

ilustrasi gempa bumi/ kabarportal
DENPASAR, KABARPORTAL.COM - Di tengah pesatnya perkembangan ilmu seismologi modern, warisan budaya Bali melalui Lontar Palalindon tetap menjadi rujukan berharga untuk memahami bencana alam, khususnya linuh atau gempa bumi. Naskah kuno ini, yang disusun dalam bentuk tutur atau cerita lisan, menyimpan kebijaksanaan leluhur Bali tentang cara mengenali tanda-tanda gempa bumi berdasarkan sasih (bulan dalam kalender Bali) guna meminimalkan dampaknya.
Lontar Palalindon bukan sekadar catatan tradisional, melainkan panduan yang menguraikan hubungan gempa dengan alam dan kepercayaan Hindu Bali. Made Susila Putra, dosen Bahasa Bali di STAHN Mpu Kuturan Singaraja, menjelaskan bahwa lontar ini merinci makna linuh di setiap sasih dengan jelas, menghubungkannya dengan peran dewa-dewa serta kondisi alam.
Jika linuh terjadi pada sasih Kasa, dunia dan tanah dilanda kekacauan. Bhatara Siwa beryoga, dunia dilindungi para dewata, tanaman menghasilkan panen melimpah, namun banyak orang terserang penyakit akibat black magic atau ilmu hitam.
Pada sasih Karo, gempa menandakan Bhatara Gangga beryoga. Dunia selamat, tetapi danau mengering, buah-buahan gagal panen, dan banyak orang menderita penyakit kulit seperti upas. Bhatara Yama juga menghendaki stana atau kedudukannya.
Linuh di sasih Ketiga menunjukkan Bhatara Sri beryoga. Dunia aman, tanaman berhasil, air kaya sari-sari tanah, tetapi hujan deras menyebabkan banjir besar. Bhatara Guru bersedih, orang sulit mencari nafkah, dan banyak yang meninggal saat bekerja di sawah.
Saat gempa melanda sasih Kapat, itu pertanda Bhatara Brahma beryoga. Dunia selamat, air mengalir deras, tetapi wabah penyakit merebak dan menyebabkan banyak kematian.
Pada sasih Kalima, linuh melambangkan Bhatara Iswara beryoga. Wabah penyakit meluas, tanaman padi gagal, buah-buahan tak berbuah, dan ancaman wabah dari laut menyerang manusia, menyebabkan banyak korban jiwa.
Gempa di sasih Kaenam menjadi tanda Bhatari Uma beryoga. Pemimpin dan rakyat tidak menentu, sering bertengkar, hama dan wabah penyakit mengganas, kepemimpinan melemah, dan berbagai buta atau roh jahat muncul untuk memangsa.
Menurut Susila Putra, linuh pada sasih Kapitu menandakan Bhatara Yoga mayoga dan Bhatara Ludra mamurti berubah. Dunia menghadapi kesulitan, banyak orang sakit dan meninggal, meski tanaman padi dan umbi-umbian berhasil panen. Namun, air mengalir sedikit.
ikuti kami di Google News