Mengenal Dewasa Ayu Menurut Veda: Panduan Hari Baik dalam Kehidupan Hindu

ilustrasi kalender Bali/ kabarportal
DENPASAR, KABARPORTAL.COM – Apa Itu Dewasa Ayu? Dewasa Ayu, yang dalam bahasa Bali berarti “hari baik,” merupakan bagian dari sistem penanggalan tradisional yang digunakan untuk menentukan waktu terbaik dalam melaksanakan berbagai aktivitas, khususnya ritual keagamaan. Dalam masyarakat Bali, kumpulan hari-hari baik dalam satu bulan dikenal sebagai padewasan, di mana setiap hari memiliki nilai ala ayuning dewasa atau perhitungan baik dan buruknya waktu tersebut.
Untuk menentukan Dewasa Ayu yang tepat, seseorang perlu memahami ilmu Wariga, yang merupakan cabang dari Veda dalam sistem astrologi Hindu, yaitu Jyotisha. Ilmu ini mengkaji formasi bintang dan benda langit untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kehidupan manusia.
Jyotisha: Ilmu Cahaya dalam Veda
Dalam tradisi Veda, Jyotisha atau astrologi Hindu dikenal sebagai “mata Veda” yang memberikan wawasan tentang sifat seseorang berdasarkan pengaruh kosmik saat kelahirannya. Seperti yang dikisahkan dalam Bhagavata Purana, saat Raja Parikesit lahir, para rsi dan muni menggunakan Jyotisha untuk meramalkan kehidupannya, termasuk prediksi bahwa ia akan meninggal akibat gigitan ular.
Jyotisha tidak hanya digunakan untuk membaca nasib seseorang tetapi juga untuk menentukan waktu terbaik dalam melakukan aktivitas penting, termasuk pernikahan, pembangunan rumah, perjalanan, hingga upacara adat dan keagamaan.
Ala Ayuning Dewasa: Menentukan Waktu Terbaik untuk Ritual
Setiap hari dalam kalender Bali dipengaruhi oleh konfigurasi benda langit. Oleh karena itu, waktu kelahiran seseorang dapat menentukan bakat, karakter, dan perjalanan hidupnya berdasarkan prinsip Karma Phala. Seiring dengan itu, memilih waktu yang tepat untuk melakukan aktivitas keagamaan juga menjadi penting agar selaras dengan energi makrokosmos.
Di Bali, konsep ini dikenal dengan uger-uger padewasan atau uger-uger ala ayuning dewasa, yang menjadi pedoman dalam menentukan hari baik. Misalnya, dalam melaksanakan upacara pernikahan (pawiwahan), ada beberapa bulan atau sasih yang dianggap baik dan buruk:
- Sasih Kasa dan Karo: Kurang baik karena dipercaya membawa kesengsaraan.
- Sasih Katiga dan Kapat: Sangat baik karena dipercaya membawa kesejahteraan dan keberlimpahan.
- Sasih Kanem dan Kawulu: Sebaiknya dihindari karena diyakini menyebabkan kesulitan dalam rumah tangga.
- Sasih Kadasa: Baik untuk pernikahan karena membawa kebahagiaan dan keberuntungan.
Selain berdasarkan sasih, penentuan Dewasa Ayu juga memperhitungkan elemen lain seperti wuku, wewaran, ingkel, dan hari-hari khusus seperti Dina Jaya dan Kamajaya.
Solusi untuk Kendala Waktu dalam Upacara Keagamaan
Di era modern, tantangan terbesar dalam penerapan Dewasa Ayu adalah keterbatasan waktu dan tingginya mobilitas masyarakat. Misalnya, seseorang yang bekerja di luar Bali mungkin hanya memiliki waktu cuti terbatas untuk melangsungkan pernikahan. Lantas, apakah harus menunda upacara hanya karena tidak menemukan hari baik?
Untuk mengatasi hal ini, ada solusi dalam bentuk caru pengalang dewasa dan penyibeh, yaitu ritual khusus yang bertujuan menetralisir pengaruh buruk hari yang dianggap kurang baik. Salah satu upakaranya adalah dengan menghaturkan caru ayam putih di sanggar surya, serta melakukan ritual di empat penjuru mata angin dengan eedan pangider dewata nawa sanga. Dengan cara ini, upacara tetap bisa dilaksanakan tanpa mengorbankan esensi spiritualnya.
Dewasa Ayu dalam Upacara Ngaben
Dalam tradisi Hindu di Bali, menentukan hari baik untuk prosesi ngaben (kremasi) juga menjadi tantangan tersendiri, terutama bagi keluarga yang tinggal di lingkungan perkotaan atau kompleks perumahan. Tidak semua orang dapat menyimpan jenazah di rumah dalam waktu lama hanya untuk menunggu hari baik.
Sebagai solusinya, ada beberapa alternatif:
- Sistem mekingsan (penguburan sementara): Jenazah dikubur terlebih dahulu dengan peloncor (bambu berlubang) untuk memerciki air suci sebelum dilakukan ngaben di kemudian hari.
- Menitipkan jenazah di rumah duka: Alternatif ini lebih higienis dan praktis, terutama di kawasan perkotaan.
- Kremasi langsung di krematorium: Abu jenazah bisa disimpan di rumah duka sampai ditemukan waktu yang tepat untuk upacara ngaben secara bersama-sama.
Dengan adanya berbagai solusi ini, ritual Hindu di Bali sebenarnya tidaklah kaku atau sulit. Semua sudah diatur sesuai dengan kebutuhan zaman dan kearifan lokal, sehingga umat dapat tetap menjalankan ajaran Hindu dengan fleksibilitas yang tetap berlandaskan pada sraddha (keyakinan) dan bhakti (pengabdian).
Kesimpulan
Dewasa Ayu memang menjadi pedoman penting dalam pelaksanaan upacara Hindu di Bali, tetapi yang utama dalam setiap ritual adalah niat tulus dan keyakinan dalam menjalankan yadnya. Tidak perlu terlalu fanatik terhadap perhitungan hari jika justru menghambat esensi spiritual dari ritual itu sendiri.
Dalam era modern ini, keberadaan kalender Bali dan buku panduan Wariga semakin memudahkan masyarakat dalam mencari Dewasa Ayu. Dengan memahami fleksibilitas dalam tradisi Hindu, umat dapat menjalankan ajaran agama dengan lebih bijak tanpa merasa terbebani oleh aturan yang seolah-olah kaku dan mutlak.
Pada akhirnya, agama Hindu menekankan keseimbangan antara kewajiban spiritual dan kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, ritual bukanlah penghalang bagi umat untuk tetap aktif, produktif, dan selaras dengan Dharma di mana pun mereka berada. ***
0 Reviews
ikuti kami di Google News