Mengulik Makna dan Ritual Buda Wage Langkir, Hari Suci Umat Hindu Bali

ilustrasi banten/ kabarportal
KABARPORTAL.COM - Hari ini umat Hindu melaksanakan rahinan Buda Wage Langkir, apa makna, banten dan filosofinya?
Umat Hindu di Bali memiliki ikatan erat dengan tradisi dan upacara keagamaan yang kaya makna. Dari ritual rutin seperti Kajeng Kliwon yang diperingati setiap 15 hari sekali, hingga perayaan Purnama, Tilem, dan hari suci besar lainnya, kehidupan spiritual masyarakat Bali senantiasa diwarnai dengan pemujaan dan penghormatan.
Salah satu hari suci yang tak kalah penting adalah Buda Wage Langkir, sebuah perayaan yang hadir setiap enam bulan atau tepatnya setiap 210 hari sekali.
Apa Itu Buda Wage Langkir?
Buda Wage Langkir adalah hari suci yang ditandai oleh pertemuan antara saptawara Buda (Rabu), pancawara Wage, dan wuku Langkir. Dikenal juga sebagai Buda Cemeng Langkir, hari ini menjadi momen istimewa bagi umat Hindu untuk memuja Bhatara Rambut Sedana, dewa yang diasosiasikan dengan kemakmuran dan kelimpahan. Pada tahun ini, perayaan Buda Wage Langkir jatuh pada Rabu, 18 Januari 2023.
Pada hari ini, umat Hindu menghaturkan persembahan kepada Sang Hyang Sri Nini, manifestasi dewa kemakmuran, di tempat penyimpanan harta benda seperti lumbung, brankas, atau bahkan dompet. Tak hanya itu, persembahan juga dilakukan di merajan (sanggah keluarga), toko, Pura Kahyangan Tiga desa adat, hingga Pura Kahyangan Jagat di Bali.
Makna Spiritual dari Buda Wage Langkir
Menurut lontar Sundarigama, naskah suci yang menjadi pedoman umat Hindu Bali, Buda Wage Langkir memiliki makna mendalam. Dalam teks tersebut disebutkan:
Buda waga, ngaraning Buda Cemeng, kalingania adnyana suksema pegating indria, betari manik galih sira mayoga, nurunaken Sang Hyang Ongkara mertha ring sanggar, muang ring luwuring aturu, astawakna ring seri nini kunang duluring diana semadi ring latri kala.
Berdasarkan terjemahan yang diterbitkan oleh Parisada Hindu Darma Kabupaten Tabanan tahun 1976, esensi dari hari ini adalah untuk mewujudkan kesucian pikiran dengan memutus sifat-sifat duniawi yang penuh nafsu. Bhatari Manik Galih, yang melambangkan inti kehidupan spiritual, mengajarkan umat untuk menurunkan Sang Hyang Omkara Amrta, yaitu esensi kehidupan yang suci, di luar lingkup dunia material.
Untuk mewujudkan makna tersebut, umat dianjurkan untuk melakukan upacara dengan sarana sederhana seperti wangi-wangian, memuja di sanggar (tempat suci) dan tempat tidur, serta menghaturkan persembahan kepada Sang Hyang Sri. Malam harinya, umat diajak untuk melakukan semadi (meditasi) guna merenungi makna kehidupan dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
ikuti kami di Google News