Pelaksanaan Upacara dan Mantra Piodalan Tumpek Landep

Ilustrasi banten Tumpek Landep/ kabarportal
DENPASAR, KABARPORTAL.COM - Pelaksanaan Tumpek Landep menunjukkan bagaimana tradisi religius berinteraksi dengan perkembangan zaman. Hari raya ini menjadi momen bagi umat Hindu Bali untuk mengupacarai berbagai peralatan dan teknologi yang menunjang aktivitas sehari-hari. Tumpek Landep diperingati setiap Saniscara (Sabtu) Kliwon wuku Landep, termasuk upacara berdasarkan pawukon sehingga peringatannya terjadi sekitar 210 hari atau enam bulan sekali menurut kalender Bali.
Secara istilah, kata Tumpek berasal dari dua suku kata: tu (metu) yang bermakna lahir dan pek yang bermakna putus atau berakhir. Makna ini berangkat dari pertemuan berakhirnya dua wewaran—Saptawara dan Pancawara—di mana Saniscara merupakan hari terakhir Saptawara dan Kliwon hari terakhir Pancawara; Wuku yang mengikutinya juga berakhir pada hari Sabtu.
Pengertian Tumpek sebagaimana dicatat dalam Lontar Sundarigama disajikan berikut ini:
……. Saniscara Kliwon ngaraning Tumpek, ya wekasing tuduh ikang sarwa janma, away lali sira ngastiti Sang Hyang Parama Wisesa, apa sira tan hana doh tan aparek lawan sira, tan parok tan pasha, apan sira amet pinet, kala sane katemurun kerta nugraha, nira Sang Hyang ring madiapada loka, pangacinia kayeng pralagi, risedenging ratri tan wenang anambut gawe, balik manapuha sira acita nirmala, umengeta ring sasananing Sang Hyang Dharma, nwang kawiadnyane sastra kabeh , telas samangkana, away sira tan wruhin tattwa yeki tan metuhu, nwang alpa ring mami, tan manemuhaken rahayu, saparaning lakunta, apan nian mangkana wang tan pakerti tan payasa, tan pakerama ngarania, sama lawan sato, binania amangan segeha, yan sang wiku tan manut dudu sira wiku, ranakira Sang Hyang Dharma, kalinganika.
Terjemahannya:
…… Saniscara (sabtu) Kliwon disebut hari raya Tumpek itu yang patut diajarkan kepada umat manusia, supaya tidak lalai memuja Sang Hyang Paramawisesa atau Hyang Widhi Wasa, oleh karena beliau berada tidak jauh dan tidak dekat dengan kita, tidak bersatu dan tidak berpisah, sebab beliau mengambil dan memberikan, ketika Beliau turun memberikan anugrah kebahagiaan dan keselamatan kepada siapa saja yang mengharapkan dan berada di dunia yang nyata ini, upacaranya sama seperti yang sudah-sudah, saat malam hari tidak dibenarkan untuk melakukan suatu pekerjaan (patut istirahat), sebaliknya dipergunakan untuk membersihkan pikiran, mengingatkan pada tugas Sang Hyang Dharma, dan memperdalam pengetahuan tentang aksara-aksara, demikianlah. Janganlah hendaknya sampai tidak tahu tentang tattwa-tattwa sebab itu bisa mengakibatkan hidup tidak berarti, apalagi berani menentang, tidak akan menemukan keselamatan segala apa yang sudah kita perbuat, kemudian menjadikan orang yang tidak berbudi dan berarti, tidak tahu tata krama dikatakan sama dengan binatang, bedanya tidak makan segehan, bila hal ini terjadi pada Sang Wiku atau Pendeta maka Beliau disebut sebagai Wiku putranya Sang Hyang Dharma, demikianlah dinyatakan.
ikuti kami di Google News



