Pura Tamba Waras Dipercaya Memberikan Kesembuhan dan Kesehatan

 Pura Tamba Waras Dipercaya Memberikan Kesembuhan dan Kesehatan

Pancoran Sapta Gangga yang ada di Pura Tamba Waras Tabanan/ Balihbalihan/ kabarportal

 

KABARPORTAL.COM – Pura Tamba Waras dipercaya oleh masyarakat luas khususnya umat Hindu sebagai tempat untuk memohon kesembuhan dan kesehatan.

 

Lokasi Pura Tamba Waras berada di 50 kilometer Denpasar tepatnya di Desa Sangketan, Penebel, Tabanan.

promo pembuatan website bulan ini

 



 

Akses menuju Pura Tamba Waras ini cukup mudah dan sangat baik, bisa dilalui dengan kendaraan roda dua atau pun roda empat.

 

Pura Tamba Waras berada di atas ketinggian sekitar 725 mdpl dan juga berada satu garis dengan Pura Luhu Batukaru, Tabanan.



Baca Juga:  Atlas Super Club jadi Saksi Event Bartender Terbesar di Indonesia The H Day Competitions 2023

Pada hari biasa, pura yang juga dikenal dengan sebutan Pura Tambo Waras ini tidak terlalu ramai dan akan menjadi padat ketika rainan.

 

Areal parkir Pura Tamba Waras cukup luas sehingga umat tidak perlu khaswatir dengan lahar parkir.

 

Di Pura Tamba Waras, selain melaksanakan persembahyangan, umat juga bisa melakukan aktivitas melukat.

Baca Juga:  Kajeng Kliwon, Hari Keramat Bagi Umat Hindu, Berikut Penjelasannya

Tempat melukat ini dikenal dengan Pancoran Satpa Gangga. Tempat melukat di Pancoran Sapta Gangg ini dipercaya bisa menetralisirpenyakit skala dan niskala.

 

Sesuai dengan namanya, Pancoran Sapta Gangga ini memiliki 7 pancuran dengan nama masing-masing mulai dari Pancoran Sanjiwani, Kamandalu, Kundalini, Pawitra, Maha Pawitra, Pangurip, dan Pasupati.

Pura Tamba Waras di Tabanan Balihbalihan
Pura Tamba Waras di Tabanan /Balihbalihan/ Kabarportal

Pun untuk melaksanakan melukat, umat bisa menghaturkan pejati dan bungkak nyuh gading sebagai sarananya.

 

Setelah itu umat juga bisa menghaturkan canang ditiap pancaoran, berkumur sebanyak 7 kali dan minum air dari pancoran juga sebanyak 7 kali.

 

Barulah setelah itu bisa melakukan pembersihan pada bada dimulai dari rambut hingga kakaki.

 

Ini dilakukan hingga pancoran ketujuh. Usai melaksanakan penglukatan di Pancoran Sapta Gangga, umat bisa mengganti pakaian dengan yang baru.

 

Bungkak nyuh gading kemudian dihaturkan kepada jro mangku yang nantinya ini akan digunakan untuk melukat juga.

Baca Juga:  Apa Itu Tugu Karang di Rumah Hindu Bali

Pancoran Sapta Sangga ini mulai dibuka pada tahun 2016 dan sebelum itu, umat biasanya melakukan panglukatan di Pura Beji Pinggit dan Beji Kauh.

 

Lalu, jika umat ingin mengetahui atau menerawang sakit yang tengah diderita bisa menghaturkan canang sari yang nantinya pemangku akan menuntun.

 

usai melaksanakan prosesi melukat di Pancoran Sapta Gangga, umat kemudian melaksanakan persembahyangan di Pura Tamba Waras.

 

Pura yang diperkirakan sudah berdiri sejak abad ke-12 ini didominasi dengan wastra poleng.

 

Ini berkaitan dengan pelinggih Panglingsir Ratu Niang dan Gedong Bhatara Kabeh. Pura ini juga memiliki keterkaitan dengan Pura Luhur Batukaru.

 

Disebutkan ketika Cokorda Tabanan yang mengalami sakit keras dan sudah lama tidak sembuh, akhirnya mengirim utusan untuk mencari obat.

 

Sesuai dengan petunjuk yang diterima didapatkanlah obat tersebut dan sang raja pun sehat.

Baca Juga:  Pura Segara Rupek di Buleleng, Sejarah hingga Harga Tiket

Nah dari sinilah awal mula berdirinya Pura Tamba Waras. Yang memiliki arti Tamba berarti obat, sedangkan waras artinya sehat.

 

Dikutip dari balihbalihan.com, Piodalan atau pujawali di Pura Tamba Waras jatuh setiap Buda Manis Prangbakat atau dua bulan setelah pujawali di Pura Batukaru. Pura kemudian diamong oleh lima banjar adat, yakni Kayu Puring, Munduk Dawa, Munduk Bun, Sangketan, dan Bongli.

 

Sebagai pura pusat pembuatan obat, di areal pura ada pelinggih khusus untuk membuat obat, yakni berupa perapian bernama Palinggih Hyang Geni dengan sejumlah peralatan, seperti wajan dan bahan obat-obatan.

Baca Juga:  Merayakan Liburan Natal di Bali? Grand Seminyak Hotel Punya Solusi Terbaik

Sementara bahan obat-obatan itu terdiri dari daun kayu putih yang dipetik langsung di jaba tengah serta beberapa temu-temuan dan minyak.

Semua bahan itu direbus dengan menggunakan kayu bakar. Selain untuk mohon obat, masyarakat juga banyak nunas anak (mohon keturunan) bagi masyarakat yang belum memiliki keturunan. ***

ikuti kami di Google News

Baca Juga:

error: Content is protected !!