Purnama Kesanga: Makna Suci dalam Tradisi Hindu Bali

Ala ayuning dewasa Purnama/ kabarportal
DENPSAR, KABARPORTAL.COM - Di tengah gemerlap langit malam, Purnama Kesanga hadir sebagai momen istimewa bagi umat Hindu Bali. Bulan purnama yang muncul pada sasih kesanga—bulan kesembilan dalam penanggalan Bali Saka—tahun ini akan menyapa pada Jumat, 14 Maret 2025. Lebih dari sekadar fenomena alam, purnama ini membawa makna spiritual mendalam yang mengakar kuat dalam keyakinan masyarakat Bali.
Hari Suci Penuh Makna
Dalam ajaran Hindu Bali, purnama dianggap sebagai waktu suci karena diyakini sebagai saat beryoganya Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam wujud Ida Bhatara Sang Hyang Chandra atau Dewi Bulan. Cahaya bulan yang terang benderang menjadi simbol kesucian dan keagungan Tuhan. “Purnama adalah hari baik untuk memohon kecerdasan hati dan pikiran. Melalui doa, kita berharap mendapat anugerah kesejahteraan dunia—baik untuk bhuana agung (alam semesta) maupun bhuana alit (diri kita sendiri),” ungkap Jero Mangku Ketut Maliarsa dalam wawancara dengan Tribun Bali.
Purnama Kesanga juga menjadi waktu yang tepat untuk memuja kebesaran Tuhan dan memohon ketenangan jiwa. Dalam bahasa Bali, ini disebut galang apadang—keadaan pikiran yang jernih dan damai. Cahaya bulan yang sempurna pada fase sukla paksa ini melambangkan kesucian dan kebulatan energi positif dari Sang Hyang Chandra dan Sang Hyang Ketu.
Menangkal Mala dan Bhuta Kala
Namun, di balik keindahan Purnama Kesanga, ada makna lain yang tak kalah penting. Menurut perhitungan kalender Caka, sasih kesanga dikenal sebagai bulan yang dipengaruhi oleh bhuta kala—energi negatif atau mala (klesa). “Pada saat bulan purnama ini, kita memohon perlindungan agar terhindar dari malapetaka yang bisa muncul akibat pengaruh sasih kesanga,” jelas Jero Mangku Ketut, yang juga mantan kepala sekolah.
Filosofi Hindu Bali menegaskan bahwa bulan kesembilan ini adalah waktu ideal untuk menggelar upacara Bhuta Yadnya. Ritual ini bertujuan menetralisir kekuatan negatif agar berubah menjadi positif, atau dalam istilah Bali disebut nyomya bhuta kala. Puncaknya akan berlangsung pada Tilem Kesanga, yang pada tahun 2025 jatuh pada Sabtu, 29 Maret, dilanjutkan dengan Hari Suci Nyepi pada Minggu, 30 Maret. “Tujuannya adalah menciptakan harmoni dan keseimbangan dalam kehidupan, baik di alam semesta maupun dalam diri kita sendiri,” tambahnya.
ikuti kami di Google News