Terjadi Setiap 5 Tahun Sekali, ini Makna Tumpek Landep Bertemu dengan Purnama Sadha
Tumpek Landep merupakan rainan Hindu yang datang setiap 6 bulan sekali yakni pertemuan Saptawara Saniscara, Wuku Landep dengan Pancawara Kliwon.
Ada yang berbeda pada Tumpek Landep yang jatuh pada 3 Juni 2023 yakni bertemunya dengan Purnama Sadha.
Di mana moment ini terjadi setiap 5 tahun sekali. Di beberapa tempat wilayah Bali ada yang melaksanakan patirtan hingga mecaru ageng (skala besar).
[the_ad id=”1399″]
Tumpek Landep memiliki arti tajam atau runcing dan rainan ini dikhususkan bagi benda yang berbahan logan dan tajam.
Secara filosofi, Tumpek Landep merupakan waktu yang tepat untuk mempertajam pikiran.
Saat rainan Tumpek Landep pula dilaksaakan untuk malinggihkan dan membersihkan, merawat keris hingga pusaka lainnya.
[the_ad id=”1399″]
Bagi mereka yang bergelar Pande atau seorang Pande Besi, Tumpek Landep kali ini pun akan lebih kompleks dari perayaan biasanya.
Bagi masyarakat umum, momen langka ini bisa digunakan sebaik mungkin untuk melakukan pembersihan diri baik dari skala ataupun niskala.
[the_ad id=”1399″]
Terkait banten Tumpek Landep, sebenarnya ada beragam jenis yang bisa dipilih sesuai dengan kemampuan umat.
Banten yang digunakan dalam perayaan Tumpek Landep seperti dikutip dari buku Acara Agama Hindu disebutkan bahwa Tumpek Landep menggunakan banten sesayut pasupati, sesayut jayengperang, suci, daksina, peras, canang wangi, dan pasucian. Semua sarana itu ditujukan kepada Sang Hyang pasupati.
[the_ad id=”1399″]
Terkait Purnama Sadha, dalam Lontar Sundarigama disebutkan jika Purnama adalah payogan Sang Hyang Candra.
Isi Lontar Sudarigama:
Mwah hana pareresiknira sang hyang rwa bhineda, makadi sang hyang surya candra, yatika nengken purnama mwang tilem, ring purnama sang hyang ulan mayoga, yan ring tilem sang hyang surya mayoga.
Samana ika sang purohita, tkeng janma pada sakawanganya, wnang mahening ajnana, aturakna wangi-wangi, canang nyasa maring sarwa dewa, pamalakunya, ring sanggat parhyangan, laju matirta gocara, puspa wangi.
[the_ad id=”1399″]
Artinya:
Ada lagi hari penyucian diri bagi Dewa Matahari dan Dewa Bulan yang juga disebut Sang Hyang Rwa Bhineda, yaitu saat tilem dan purnama.
Saat Purnama adalah payogan Sang Hyang Wulan (Candra), sedangkan saat Tilem Sang Hyang Surya yang beryoga.
[the_ad id=”1399″]
Sehingga umat wajib melakukan penyucian diri secara lahir dan bhatin dengan mempersembahkan sesajen berupa canang wangi-wangi, canang yasa yang ditujukan pada para dewa.
Kemudian pemujaan dilakukan di Sanggah, atau di Parahyangan. Perlu juga diketahui jika saat Purnama baik dilakukan untuk mepunia, sedekah atau berdana.
[the_ad id=”1399″]
Sarasamuscaya, 170 Menyebutkan sebagai berikut:
Amatsaryam budrih prahurdanam dharma ca samyamam,
wasthitena nityam hi tyage tyasadyate subham.
Nihan tang dana ling sang Pandita, ikang si haywa kimburu,
Ikang si jenek ri kagawayaning dharmasadhana,
apan yan langgeng ika, nitya katemwaning hayu,
pada lawan phalaning tyagadana.
[the_ad id=”1399″]
Artinya:
Yang disebut dana (sedekah) kata sang pandita, ialah sifat tidak dengki (iri hati), dan yang tahan berbuat kebajikan (dharma) sebab jika terus menerus begitu, senantiasa keselamatan akan diperolehnya, sama pahalanya dengan amal yang berlimpah-limpah.
[the_ad id=”1399″]
Pun Bhagawad Gita, XVII. 25 menyebutkan tentang sedekah sebagai berikut:
Tat ity anabhisanshaya
Phalam yajna-tapah-kriyah,
Dana-kriyas ca vividhah
Kriyante moksa-kansibhih
[the_ad id=”1399″]
Artinya:
Dengan ucapak “Tat” dan tanpa mengharap-harap pahala atas penyelenggaraan ucapan yajna, tapabrata dan juga dana punia yang berbagai macam jenisnya, dilaksanakan oleh mereka yang mengharapkan moksa. ***
ikuti kami di Google News
0 Reviews
ikuti kami di Google News