Tidak Punya Keturunan? Anak Nakal Luar Biasa? Coba Mebayuh

ilustrasi mebayuh oleh Made Wedastra/ Facebook/ Kabarportal
DENPASAR, KABARPORTAL.COM – Mebayuh merupakan sebuah upcara yang dilaksanakan oleh umat Hindu khususnya di Bali.
Mebayuh dalam Lontar Dharma Kahuripan dan juga Lontar Bacakan disebukan jika mebayuh merupakan sebuah upacara untuk membayar hutang manusia yang telah dibawa sejak lahir.
Sepanjang hindupnya, setidaknya manusia, khususnya umat Hindu harus melaksanakan setidaknya satu kali mebayuh. Jenis mebayuh pun terdiri dari beberapa jenis dan juga untuk melaksanakannya tidaklah boleh sembarangan.
[irp]
Ida Padanda Giri Dwijagun dari Griya Giri Lumayung Angantaka, Badung dalam sebuah video menjelaskan tentang mebayuh yang perludiketahui oleh umat.
Pengertian Mebayuh dalam Lontar
Dalam video yang beredar di YouTube dan dirangkum pada 27 Juni 2024, mebayuh merupaka sebuah upacara yang dilaksanakan oleh umat Hindu untuk membayar hutang dan juga menetralisir energi negatif dalam tubuh manusia.
“Lontar Dharma Kahuripan dan Lontar Bacakan Pati Urip disebutkan bahwa mebayuh adalah sebuah pembayaran hutang namanya bebayuhan itu berarti mayah membayar artinya membayar utang,” tuturnya dalam video tersebut.
[irp]
Lebih lanjut dijelaskan bahwa kelahiran manusia itu sejatinya masing-masing telah membawa hutang sehingga perlu untuk membayarnya dengan cara melaksanakan pebayuhan pawetuan.
“Pebayuhan ini dilaksanakan atau dibayar tepat pada hari kelahiran berdasarkan kalender bali. Bebayuhan kelahiran itu merupaka pembayaran hutang kepada leluhur yang “dumateng” yang turun ke bumi menjadi manusia dan itulah yang perlu diupacarai sesuai dengan hari kelahirannya,” ucap Ida Padanda Giri Dwijagun.
Jenis Bebayuhan
Masih dalam video yang sama, Padanda Giri Dwijagun juga menjelaskan bahwa mebayuh memiliki banyak versi seperti bebayuhan Pancawara, bebayuhan Saptawara dan ada juga bebayuhan Wrespati Kalpa serta bebayuhan Pertemuan.
[irp]
Untuk orang yang sudah menikah kurun waktu yang lama namun tidak juga dikarunian anak, disarankan untuk melaksanakan bebayuhan Pertemuan.
“Ini ada kaitannya ketika melaksanakan menikah waktu itu mungkin ada kesalahan dewasa dan juga hari pertemuannya mungkin tidak tepat itulah diperlukan babyuhan ini,” jelasnya.
Lalu untuk bebayuhan Wrespati Kalpa merupakan jenis bebayuhan yang berstatus lengkap. “Jika kemungkinan besar ada kesalahan pada Saptawara atau Pancawaranya ada juga mungkin dari segi perwataknya dan inilah fungsi dari melaksanakan bebayuhan Wrespati Kalpa,” paparnya.
[irp]
Diungkapkan juga bahwa mebayuh merupakan sebuah upacara yang bertujuan untuk menetralisir hal negatif yang ada pada diri manusia.
“Ini juga tertuang dalam lontar Pewacakan Wraspati Kalpa,” imbuhnya.
Jika sudah melaksanakan bebayuhan Wrespati Kalpa, maka umat tidak perlu lagi melaksanakan bebayuhan Pancawara atau Saptawara.
Kelahiran setiap orang juga membawa ciri atau kode tersendiri seperti adanya tahilalat ditempat tertentu yang tidak lazim. “Sehingga inilah yang mengharuskan setiap umat melaksanakan mebayuh,” tuturnya.
Tidak saja untuk orang dewasa, termasuk juga untuk anak-anak perlu melaksanakan mebayuh.
[irp]
Kapan Dilaksanakan Mebayuh?
Mebayuh harusnya dilaksanakan tepat pada hari kelahiran orang tersebut dengan menggunakan perhitungan kalender Bali untuk kesesuaiannya.
“Semisal untuk penghitungan hari, dalam kalender Bali atau sasih dalam waktu 1 hari dihitung dari jam 6 pagi hingga jam 6 pagi esok harinya,” terangnya.
Disebutkan bahwa jika keliru dalam menentukan hal itu maka prosesi mebayuh bisa dianggap tidak sah atau tidak bermakna.
[irp]
“Pemabyuhan ini sangat berguna untuk keharmonisan dan kedamaian. Mebayuh ini adalah sebuah ayaban atau penebusan ditempat yang telah ditentukan dan ini tidak sembarangan dalam pelaksanaannya,” pungkasnya.
Penentuan ini juga ditemukan pada lontar Pewacakan. Penglukatan yang digunakan juga harus sesuai dengan yang telah ditentukan.
Seperti penglukatan Hyang Guru dan Kemulam yang paling penting serta pengurip dari penglukatan yang terpenting untuk melaksanakan bebayuhan bebayuhan Wrespati Kalpa.
Kemudian tirta ini dilaksanakan pada sesi terakhir di depan Sanggah Kemulan untuk memohon penglukatan terakhir.
[irp]
Jika seorang anak atau umat sejak lahir hingga besar tidak sekalipun pernah mebayuh maka ia akan dikenal dengan sebutan “diadiu” yang cirinya biasanya anak tersebut akan uring-uringan, bandel hingga ego yang tinggi.
Berapa Kali Harus Mebayuh?
Untuk jumlah atau seberapa sering melaksanakan mebayuh, Ida Padanda Giri Dwijagun juga menjelaskan bahwa setidaknya pernah melaksanakan mebayuh satu kali dalam seumur hidup.
“Khususnya untuk jenis bbebayuhan Wrespati Kalpa namun dalam perhitungan hidup seseorang melakuka mebayuh minimal 7 kali,” terangnya.
[irp]
Dijelaskan pula terkait jumlah mebayuh sepanjang hidup dihitung setelah umur 3 tahun, SD, tamat SMA, baru kawin lalu ketika punya anak punya cucu dan setelah tua.
“Ini juga dikenal dengan sebutan pebayuhan Pawetuwan,” tuturnya.
Intinya adalah mebayuh ini dilaksanaka untuk metralisir hal negatif yang ada pada diri atau pada anak itu sendiri.
***