Bahaya Ulah Pati Dalam Hindu: Penyuluh Agama Hindu Ingatkan Konsekuensi Spiritual Bunuh Diri

ilustrasi lontar/ wikipedia/ kabarportal
DENPASAR, KABARPORTAL.COM – Umat Hindu wajib mengetahui bagaimana bahaya dalam melaksanakan ulah pati atau bunuh diri dalam ajaran agama. Sebagaimana dikutip dari laman kemenagkarangasem.id pada Jumat, 4 April 2025 disebutkan bahwa orang yang melakukan ulah pati akan terjebak dalam kegelapan neraka selama 60 ribu tahun.
Hal ini juga sudah tertulis dalam Lontar Parasara Dharmasastra. Tindakan ulah pati atau bunuh diri kerap dipicu oleh sifat kleda, yaitu karakter yang mudah menyerah, cepat putus asa, dan pesimistis. Dalam menghadapi tantangan hidup, masyarakat diimbau untuk tetap tegar dan mencari jalan keluar secara bijaksana, bukan dengan mengakhiri hidup.
Bunuh Diri: Sebuah Pelanggaran terhadap Hukum Alam dan Karma
Dalam perspektif Hindu, bunuh diri bukan hanya persoalan mental atau emosional, tetapi juga pelanggaran terhadap hukum karma dan dharma. Tindakan mengakhiri hidup sendiri dianggap sebagai pemutusan paksa atas perjalanan jiwa yang seharusnya dijalani dengan kesadaran dan tanggung jawab spiritual.
Kitab-kitab suci seperti Sarasamuccaya dan Manawa Dharma Sastra menegaskan bahwa roh yang meninggalkan tubuh akibat bunuh diri akan terjerumus ke alam penderitaan, seperti Talatala, salah satu lapisan dunia bawah yang dipenuhi kesengsaraan, kemarahan, dan kebencian. Di sana, roh akan tertahan dalam siklus penderitaan yang lebih panjang dan rumit.
Lebih dari itu, tindakan bunuh diri dalam ajaran Hindu disebut sebagai ulah pati, sebuah dosa berat yang tidak hanya memengaruhi pelaku, tetapi juga bisa menular secara spiritual kepada mereka yang terlibat dalam proses pemulasaraan, termasuk yang ngentas atau mengangkat roh. Konsekuensinya tak hanya duniawi, tetapi juga berdampak pada keberlangsungan perjalanan atman menuju alam cahaya.
Mengapa Bunuh Diri Terjadi? Kurangnya Ketahanan Mental dan Spiritualitas
Akar dari tindakan bunuh diri sering kali bukan karena satu alasan tunggal, melainkan gabungan dari tekanan psikologis, gangguan emosional, dan lemahnya ketahanan spiritual. Ketika seseorang kehilangan koneksi dengan keluarganya, lingkungannya, dan yang paling utama—dirinya sendiri—maka muncul celah gelap tempat keputusasaan tumbuh.
Kesadaran akan keutamaan lahir sebagai manusia sering kali terabaikan saat seseorang terjebak dalam masalah yang tampak tak berujung. Padahal, setiap masalah adalah bagian dari ujian karma, dan seburuk apapun kondisi yang dialami, manusia tetap memiliki kesempatan untuk memperbaikinya.
Peran Keluarga dan Lingkungan Sosial
Dalam konteks modern yang penuh distraksi dan individualisme, peran keluarga menjadi semakin krusial. Banyak orang merasa sendirian meski hidup dalam keramaian. Ruang untuk bercengkerama, berbagi cerita, dan saling mendengarkan perlu dihidupkan kembali.
Komunikasi yang terbuka dan empatik di lingkungan keluarga dan sosial dapat menjadi benteng pertahanan pertama terhadap stres, depresi, dan potensi keinginan mengakhiri hidup.
***