Roh yang Ulah Pati Menetap dalam Kegelapan Selama 60 Ribu Tahun, Ini Penjelasannya

ilustrasi/ pixabay/ kabarportal
DENPASAR, KABARPORTAL.COM – Fenomena ulah pati atau tindakan mengakhiri hidup sendiri semakin sering terdengar di tengah masyarakat Bali. Dalam menghadapi tekanan dan beban hidup, tak sedikit yang memilih jalan pintas tersebut, padahal dalam ajaran Hindu, tindakan ini tergolong sebagai pelanggaran besar terhadap keharmonisan kehidupan.
Bunuh Diri dalam Ajaran Hindu: Pandangan Spiritual dan Konsekuensinya
Dalam wawancaranya belum lama ini, Rektor Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar, Prof. I Gusti Ngurah Sudiana, menegaskan bahwa ulah pati atau bunuh diri merupakan bentuk keputusasaan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dharma.
Mengutip ajaran dalam Lontar Parasara Dharmasastra, Prof. Sudiana menjelaskan bahwa roh seseorang yang mengakhiri hidupnya sendiri akan mengalami penderitaan panjang di alam kegelapan, bahkan bisa berlangsung hingga 60.000 tahun. Tak hanya itu, orang-orang yang terlibat dalam proses penguburan maupun upacara kematiannya juga berisiko menanggung bagian dari dosa tersebut.
Bukan Jalan Keluar, Justru Menambah Beban Spiritual
Alih-alih menjadi solusi, tindakan bunuh diri justru menambah masalah bagi sang atma. Bahkan bisa berdampak pada orang lain yang terlibat, mulai dari yang menemukan jasad, keluarga, hingga yang mengurus proses upacara keagamaan.
Dalam tradisi Bali kuno, orang yang melakukan bunuh diri umumnya tidak langsung diaben. Mereka biasanya dikubur terlebih dahulu—atau dipendem—di lokasi khusus yang berbeda dari tempat peristirahatan mereka yang wafat secara wajar. Hal ini mencerminkan pemisahan yang sangat jelas antara kematian alami dan ulah pati.
Perbedaan antara Meninggal Wajar, Salah Pati, dan Ulah Pati
Prof. Sudiana juga menjelaskan perbedaan mendasar antara tiga jenis kematian dalam Hindu:
-
Meninggal Wajar, terjadi secara alami sesuai kehendak Tuhan.
-
Salah Pati, kematian yang tidak disengaja, seperti akibat kecelakaan.
-
Ulah Pati, kematian yang disengaja oleh individu itu sendiri.
Dalam kasus salah pati, meski tidak disengaja, tetap memerlukan ritual tambahan seperti pengulapan di lokasi kejadian. Sedangkan untuk ulah pati, diperlukan rangkaian upacara lebih kompleks yang mencakup pecaruan, pabersihan, dan guru piduka.
Adaptasi Aturan dan Nilai Humanis
Seiring waktu, keputusan-keputusan baru dari Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) mulai mengakomodasi nilai-nilai kemanusiaan. Kini, orang yang meninggal karena salah pati maupun ulah pati bisa diupacarai layaknya meninggal secara wajar, dengan tambahan upacara tertentu sebagai bentuk penyucian dan pelepasan karma buruk.
Hal ini dilakukan dengan tetap mengikuti aturan adat dan disepakati oleh prajuru adat di desa maupun banjar setempat. Namun, dalam beberapa kasus, keluarga masih memilih agar proses ngaben dilakukan setelah jenazah dikubur selama tiga tahun, sesuai petunjuk dalam Lontar Yama Purana Tatwa.
Dampak Spiritual: Roh Tak Tenang Bisa Mengganggu Alam
Ketika seseorang meninggal karena ulah pati atau salah pati tanpa upacara yang sesuai, diyakini bahwa rohnya bisa menjadi tak menentu, mengembara tanpa arah dan bahkan menetap di tempat kematian. Kondisi ini diyakini dapat menimbulkan ketidakharmonisan di alam sekitar.
Di beberapa bale banjar di Bali, didirikan Pelinggih Pan Balang Tamak sebagai tempat singgah bagi roh yang tidak memiliki tujuan. Tujuannya adalah memberikan ketenangan spiritual, sekaligus mencegah gangguan dari roh-roh penasaran.
Solusi: Perkuat Sradha Bhakti dan Komunikasi Spiritual
Menghadapi beratnya tantangan hidup, umat Hindu diajak untuk memperkuat Sradha Bhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dalam situasi krisis, penting untuk memohon petunjuk dan ampunan-Nya agar diberikan jalan keluar yang lebih bijak dan tidak tergelincir ke dalam keputusan fatal seperti bunuh diri.
Prof. Sudiana mengingatkan agar umat tidak segan untuk mencari tempat bercerita, berdiskusi dengan orang yang bijaksana dan dipercaya, demi mendapatkan pencerahan yang mampu mencegah tindakan yang merusak diri sendiri dan lingkungan spiritual di sekitarnya.
Kesimpulan
Dalam ajaran Hindu, ulah pati bukan hanya tindakan yang bertentangan dengan dharma, tapi juga memiliki konsekuensi spiritual yang sangat berat. Umat diharapkan lebih bijak dalam menghadapi permasalahan hidup, serta meningkatkan bhakti dan sradha kepada Tuhan sebagai fondasi utama dalam mencari solusi dan ketenangan jiwa.
***