swipe up
[modern_search_box]

Diyakini Tidak Boleh Diupacarai Sebelum 1 Tahun, Begini Penjelasan Tentang Ritual Kematian Ulah Pati

 Diyakini Tidak Boleh Diupacarai Sebelum 1 Tahun, Begini Penjelasan Tentang Ritual Kematian Ulah Pati

ilustrasi/ pixabay/ kabarportal

DENPASAR, KABARPORTAL.COM - Dalam ajaran Hindu Bali, kematian tidak sekadar akhir dari kehidupan fisik, melainkan juga awal dari perjalanan spiritual menuju penyatuan dengan Sang Pencipta. Namun, tidak semua kematian dipandang sama. Ada kematian yang disebut sebagai salah pati dan ulah pati, yang selama ini diyakini tidak boleh diupacarai sebelum melewati satu tahun.

Keyakinan ini bersumber dari beberapa lontar kuno yang menyebut bahwa kematian yang terjadi akibat kecelakaan, pembunuhan, atau karena keputusan sendiri seperti bunuh diri, tidak bisa langsung diupacarai melalui ngaben. Namun dalam praktiknya, aturan ini tidak mutlak dan dapat disesuaikan dengan solusi yang kini ditawarkan oleh para sulinggih.

Makna di Balik Salah Pati dan Ulah Pati

Ritual kematian Hindu Bali sarat akan simbolisme dan filosofi. Dalam konteks ini, salah pati merujuk pada kematian yang terjadi karena faktor eksternal tanpa niat dari yang bersangkutan, seperti kecelakaan atau kekerasan. Sementara itu, ulah pati berkaitan dengan kematian yang disebabkan oleh keputusan pribadi, seperti bunuh diri.

Penekun spiritual Bali, Jro Panca (Putu Agus Panca Saputra), mengungkapkan bahwa kematian karena salah pati sering meninggalkan dampak spiritual yang dalam. Roh yang meninggal dalam keadaan ini diyakini bisa tersesat di alam astral, menjadi gentayangan, atau bahkan tidak menemukan kedamaian.

promo pembuatan website bulan ini



Karena itu, proses penebusan atau ngulapin menjadi langkah penting sebelum jenazah diupacarai melalui ngaben. Waktu dan tempat pelaksanaan penebusan ini juga harus diperhatikan agar roh bisa melanjutkan perjalanannya dengan tenang.

Solusi Baru dalam Pelaksanaan Upacara

Menurut Ida Pandita Mpu Jaya Dhaksa Samyoga, tradisi lama dalam menangani kasus salah pati dulu sangat keras. Jenazah tidak dibawa ke rumah duka, melainkan diproses di pinggir jalan. Semua prosesi mulai dari memandikan hingga ritual lainnya dilakukan di luar rumah, yang kemudian dianggap tidak manusiawi oleh banyak pihak.

Melihat kondisi itu, para sulinggih kemudian mengadakan paruman atau musyawarah untuk merumuskan solusi yang lebih bijaksana namun tetap sesuai dengan ajaran sastra. Hasilnya, kini ada jalan tengah yang memungkinkan upacara ngaben tetap dilaksanakan tanpa harus menunggu hingga setahun penuh, asalkan serangkaian penebusan dilakukan terlebih dahulu.

1 dari 2 halaman

ikuti kami di Google News



Baca Juga: