Kapan Pertama Kali Ogoh-ogoh Digelar di Bali? Makna, Tujuan dan Tradisi Nyepi di Bali

 Kapan Pertama Kali Ogoh-ogoh Digelar di Bali? Makna, Tujuan dan Tradisi Nyepi di Bali

Ogoh-ogoh menjadi salah satu hal yang paling ditunggu ketika Nyepi/ Canva/ Kabarportal

 

KABARPORTAL.COM – Inilah makna dan tujuan diadakannya ogoh-ogoh di Bali saat malam Pengrupukan atau sehari sebelum Nyepi.

Tentu pawai ogoh-ogoh selalu menjadi hal yang dinanti ketika Nyepi atau Tahun Baru Caka tiba. Digelarnya ogoh-ogoh ketika malam Pengrupukan di Bali sejatinya sudah diadakan sejak lama dan turun temurun.

Tidak ada yang mengetahui secara pasti kapan pertama kali ogoh-ogoh itu digelar. Dahulu, banyak sumber yang menyebutkan jika ogoh-ogoh ada tidaklah semeriah dan semaraknya seperti sekarang.

Baca Juga:  Memahami Makna dari Siwaratri, Malam Perenungan Dosa dengan Kisah Lubdaka

promo pembuatan website bulan ini

Namun barulah pada tahun 1983, ketika Nyepi diresmikan sebagai Hari Libur Nasional oleh pemerintah, ogoh-ogoh semakin semarak dan menarik.



Apa itu Ogoh-ogoh?

Dari beragam sumber dirangkum, ogoh-ogoh adalah sebuah karya seni dengan ukuran besar atau raksasa, kemudian ditaruh diatas sebuah tandu dan diarak keliling desa pada malam Pengrupukan atau H-1 Nyepi.

Pada dasarnya, ogoh-ogoh perlambang dari bhuta kala bentuknya beragam seperti raksasa dan rupa yang menyeramkan atau sejenisnya.

Baca Juga:  5 Hotel Murah Setiap Hari di Kuta, Dekat Pantai dan Ada Kolam Renangnya

Makan dan Tujuan Diadakan Ogoh-ogoh

Adapun makna dari diadakannya ogoh-ogoh adalah untuk menghalau keburukukan dan hal negatif lainnya. Selain itu, ogoh-ogoh juga menjadi lambang dari sifat buruk manusia.

Banten Pengrupukan

Dilansir dari Filsafat Hindu, disebutkan dalam Lontar Sundarigama dan juga Tatta Gama Tiga disebutkan jika inti dari Pengrupukan adalah melaksanakan Caru Pancasata di Perempatan Desa atau melakkukan Tawur Agung yakti tingkat utama.



Sedangkan pada tingkat keluarga atau rumah masing-masing umat dihaturkan Segehan Agung Panca Warna Sia (9) Tanding, ikan dan ayam brumbun yang diolah, segehan agung, segehan cacah 108 tanding yang dilengkapi dengan tuah dan arak.

Baca Juga:  Mantra atau Doa yang Digunakan untuk Orang yang Sudah Meninggal

Banten atau segehan ini ditujukan kepada Sang Bhuta Raja, Sang Raja, Sang Bhuta Kalabala ketika Sandhyakala. Ngerupuk kemudian dilakukan setelah dilaksanakan pecaruan dengan tujuan memulangkan Bhutakala dengan sarana obor.

Sembari keliling rumah membawa ogor, tirta dan bunyi-bunyian sembari mengucapkan sesontengan “mekaon, mekaon, mekaon” semabanyak 3 kali keliling.

Jam berapa Ogoh-ogoh Diarak

Setelah itu, barulah oogoh-ogoh diarak keliling desa atau tepatnya pada Sandhyakala. Ogoh-ogoh kemudian diarak mengelilingi desa dan sekitarnya yang diiringi oleh lantunan baleganjur.

Tepat pada esok harinya dilaksanakan Catur Brata Penyepian dengan 4 larangan yang wajib dilaksanakan seperti:

  • Amati Geni berarti tidak menghidupkan api atau lampu.
  • Amati Karya berarti tidak bekerja atau tidak beraktifitas.
  • Amati Lelungan berarti tidak melaksanakan bepergian.
  • Amati lelanguan berarti tidak melaksanakan kegiatan bersenang-senang.

Keempat larangan dilaksanakan selama 24 jam penuh dari pukul 00.00 hingga 24 jam berikutnya.

Baca Juga:  Banten Saraswati dan Cara Pelaksanaannya

Keesokan harinya pada Ngembak Geni dibeberapa wilayah di Bali digelar beragam tradisi seperti Omed-omedan di Sesetan, Siat Yeh dan Mabuwu-buwuan di Jimbaran dan juga Nyakan Diwang di Banjar Buleleng. ***

0 Reviews

Write a Review

ikuti kami di Google News

0 Reviews

Write a Review

Baca Juga:

error: Content is protected !!