Kapan Waktu Terbaik untuk Melukat di Bali? Simak Dewasa Ayu yang Idea

Gamabr orang yang tengah melaksanakan prosesi melukat/ PaVan dari Flicker/ Kabarportal
DENPASAR, KABARPORTAL.COM - Jika kalian sedang merencanakan diri untuk melakukan ritual melukat, berikut ini adalah waktu terbaik untuk melaksanakan melukat lengkap.
Bali, pulau dewata yang kaya akan tradisi spiritual, menawarkan pengalaman melukat sebagai salah satu ritual penyucian jiwa yang mendalam. Bagi umat Hindu, melukat bukan sekadar tradisi, melainkan cara untuk menyeimbangkan energi batin dan mendekatkan diri pada keharmonisan alam.
Namun, kapan waktu terbaik untuk melaksanakan melukat? Salah satu momen yang dianggap dewasa ayu atau hari baik adalah saat Kajeng Kliwon. Mari kita ulas lebih dalam tentang rahinan suci ini dan mengapa menjadi pilihan utama.
Kajeng Kliwon: Hari Suci Penuh Makna
Kajeng Kliwon adalah rahinan suci yang hadir setiap 15 hari sekali dalam kalender Bali. Hari ini bukan hanya waktu untuk pemujaan, tetapi juga dianggap sebagai dewasa ayu yang ideal untuk melukat, baik di griya (rumah) maupun di tempat suci seperti pancuran atau pura. Dalam tradisi Hindu Bali, Kajeng Kliwon memiliki aura keramat. Umat percaya bahwa pada hari ini terjadi pertemuan energi spiritual, termasuk bagi mereka yang mempelajari aji pengiwa, ilmu yang berkaitan dengan kekuatan gaib.
Mengapa Kajeng Kliwon begitu istimewa? Hari ini termasuk dalam kategori Naimitika Karma, yaitu yadnya yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu, berbeda dengan Nitya Karma yang bersifat rutin. Energi pada Kajeng Kliwon dipercaya begitu kuat, sehingga sering dikaitkan dengan kehadiran bhuta kala, entitas yang dapat mengganggu keseimbangan manusia. Untuk menetralkan energi ini, umat menghaturkan banten khusus sebagai bentuk penghormatan dan penyucian.
Banten dan Ritual pada Kajeng Kliwon
Dalam pelaksanaan melukat di Kajeng Kliwon, banten yang dihaturkan tergolong lengkap. Salah satunya adalah segehan manca warna, yang dipersembahkan di natar sanggah untuk Sang Kala Bhucari dan di natah perubahan untuk Sang Dhurga Bhucari.
Banten ini bukan sekadar simbol, melainkan sarana untuk menyeimbangkan energi positif dan negatif di sekitar kita. Setiap desa di Bali memiliki tradisi yang sedikit berbeda, menyesuaikan dengan desa, kala, patra—konsep yang merujuk pada tempat, waktu, dan keadaan setempat.
Selain melukat, Kajeng Kliwon juga menjadi momen untuk menghaturkan banten Sugihan Bali, sebuah ritual yang memperkuat hubungan spiritual dengan leluhur dan alam. Kepekaan terhadap tradisi ini menjadikan Kajeng Kliwon bukan hanya hari suci, tetapi juga waktu untuk introspeksi dan penyucian diri.
ikuti kami di Google News



