Misteri dan Makna di Balik Tradisi Aci Tulak Punggul: Kisah Aneh hingga Simbol Kesuburan

Tulan Punggul di Mengwi, Badung/ jonianantaa/ kabarportal
BADUNG, KABARPORTAL.COM – Desa Adat Mengwi di Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali, menyimpan sebuah tradisi unik yang dikenal sebagai Aci Tulak Punggul. Tradisi ini bukan sekadar ritual biasa, melainkan sebuah cerita panjang tentang peristiwa tak biasa yang kerap mengiringi kehidupan masyarakat setempat. Dari kejadian misterius hingga simbol-simbol mendalam, tradisi ini mencerminkan hubungan erat antara manusia, alam, dan keseimbangan hidup.
Rentetan Peristiwa Aneh yang Membingungkan
Di balik keelokan Desa Adat Mengwi, terselip kisah-kisah yang sulit dijelaskan dengan logika. Salah satunya adalah peristiwa orang tenggelam di kolam Pura Taman Ayun, sebuah kejadian yang meninggalkan tanda tanya besar.
Tak hanya itu, petani di Subak Bukti Batan Badung juga kerap menghadapi kegagalan panen. Sawah yang seharusnya subur malah menjadi sasaran hama seperti tikus, walang sangit, dan wereng. Ironisnya, meski sistem pengairan tersedia, air seolah tak mampu menyelamatkan hasil panen dari bencana alam ini. Fenomena ini menjadi bagian dari sejarah tradisi Aci Tulak Punggul yang hingga kini masih diperbincangkan.
[irp]
Tarian Baris Keraras: Simbol Kesederhanaan dan Makna
Tradisi ini tak lepas dari Tarian Baris Keraras, sebuah tarian sakral yang gerakannya sederhana namun sarat filosofi. Menurut Nyoman Sukada, tokoh masyarakat Desa Adat Mengwi, tarian ini terbagi menjadi tiga bagian utama:
- Pepeson: Gerakan pembuka dengan Nayog sebanyak sepuluh kali, melambangkan langkah awal yang penuh kesadaran.
- Pengadeng atau Pengawak: Gerakan inti yang terdiri dari angkat kaki kanan dan kiri, nanjek, serta seledet, dilakukan lima kali menghadap arah timur, selatan, barat, utara, dan tengah (ngider bhuana). Ini melambangkan harmoni dengan alam semesta.
- Pekaad: Gerakan penutup dengan Nayog sebanyak enam kali, menandakan penyelesaian ritual.
Setiap langkah tarian ini bukan sekadar estetika, tetapi juga wujud doa agar alam tetap seimbang dan petani terhindar dari malapetaka.
Busana dan Simbolisme yang Kaya
Busana dalam tradisi Aci Tulak Punggul tak kalah menarik. Setiap elemen memiliki makna mendalam yang terkait erat dengan kehidupan agraris masyarakat Bali:
- Gelungan Tari Baris Keraras: Terbuat dari pelepah pisang dengan hiasan dagang babi dan kulit babi, melambangkan kesederhanaan sekaligus kekuatan.
- Senjata Ngider Bhuana: Menggambarkan bunga dan buah sebagai simbol kesuburan tanah pertanian.
- Hiasan Kapur Sirih (Pamor): Digunakan di wajah untuk menunjukkan keseimbangan alam semesta.
- Kalung dan Gelang dari Urutan Babi: Melambangkan ular, hewan yang dipercaya mengusir hama seperti tikus agar padi tumbuh subur.
- Keris dari Adonan Sate: Simbol purusha (laki-laki), mencerminkan peran lelaki sebagai tulang punggung keluarga yang membawa kesejahteraan.
- Daun Pisang Kering (Keraras): Representasi hutan sebagai sumber air yang menyuburkan sawah, seperti air dari Puncak Mangu yang mengalir ke Subak Bukti Batan Badung.
- Kain Poleng: Kain kotak-kotak hitam putih yang merefleksikan konsep Rwa Bhineda—keseimbangan antara dua sisi berlawanan seperti atas dan bawah, baik dan buruk.
[irp]
Filosofi Hidup Petani Bali
Nyoman Sukada menegaskan, tradisi ini tak sekadar upacara, tetapi cerminan hidup masyarakat Bali yang bergantung pada alam. “Kain Poleng mengajarkan kita tentang keseimbangan. Ada siang dan malam, ada suka dan duka. Begitulah hidup,” ujarnya. Tradisi Aci Tulak Punggul menjadi pengingat bahwa petani tak bisa lepas dari hutan, air, dan harmoni alam untuk menjaga kesuburan tanah.
Dengan segala misteri dan simbolismenya, Aci Tulak Punggul bukan hanya warisan budaya, tetapi juga doa agar kehidupan tetap seimbang di tengah tantangan zaman. Tradisi ini terus hidup, mengajarkan generasi baru tentang pentingnya menjaga hubungan harmonis dengan alam.
***