Siwaratri, Upawasa hingga Kisah Lubdaka, Simak di Sini
DENPASAR, KABARPORTAL.COM – Sehari sebelum Tilem Sasih Kapitu umat Hindu melaksanakan Siwaratri, dimana rahinan ini juga sangat identik dengan kisah Lubdaka sang pemburu yang pada akhir hayatnya berhasil masuk surga.
Daftar Isi
Kisah Lubdaka dan Makna Malam Siwaratri
Lubdaka adalah seorang kepala keluarga yang menggantungkan hidupnya dari berburu di hutan. Hasil buruan yang ia dapatkan digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, baik sebagai bahan pangan maupun untuk ditukar dengan kebutuhan lain. Kegigihan dan keterampilannya dalam berburu membuatnya selalu pulang membawa hasil. Namun, suatu hari, keberuntungan seakan tidak berpihak padanya.
Hari itu, Lubdaka menghabiskan waktu di hutan seperti biasa, namun hingga sore menjelang, ia belum mendapatkan seekor buruan pun. Pikiran tentang nasib keluarganya yang kelaparan mendorongnya untuk terus berusaha, hingga tanpa sadar malam pun tiba. Menyadari dirinya berada di tengah hutan dan hari telah gelap, ia memutuskan untuk bermalam di sana.
Lubdaka menemukan sebuah pohon besar di tepi telaga yang tenang. Ia memanjat pohon tersebut untuk berlindung dan menghindari bahaya. Agar tidak tertidur, ia memetik daun-daun pohon dan menjatuhkannya satu per satu ke bawah, yang tanpa sengaja mengenai Lingga yang ada di bawah pohon. Tanpa disadari Lubdaka, malam itu adalah malam Siwaratri, saat Dewa Siwa melakukan yoga.
Selama malam itu, Lubdaka merenungi kehidupannya. Ia menyesali dosa-dosanya, terutama tindakan membunuh binatang. Dalam keheningan malam, ia bertekad untuk berhenti berburu dan menjalani hidup yang lebih baik. Waktu terasa berjalan cepat, dan pagi pun tiba. Lubdaka pulang ke rumah dengan keputusan untuk mengubah jalan hidupnya. Ia pun memilih menjadi petani. Namun, pekerjaan baru ini membuat tubuhnya yang dulu gesit perlahan menjadi kaku dan sakit, hingga akhirnya ia meninggal dunia.
Setelah meninggal, roh Lubdaka berada dalam kebingungan di alam baka. Pasukan Cikrabala datang untuk membawanya ke kawah Candragomuka di neraka, sesuai dengan hukum karma atas perbuatannya membunuh binatang selama hidup.
Namun, Dewa Siwa turun tangan dan menghentikan mereka. Dalam diskusi dengan pasukan Cikrabala, Dewa Siwa menegaskan bahwa walaupun Lubdaka memiliki dosa membunuh binatang, ia telah menjalani malam Siwaratri dengan penuh penyesalan dan kesadaran. Hal ini membuatnya layak mendapatkan pengampunan, dan roh Lubdaka akhirnya dibawa ke Siwa Loka.
Makna Malam Siwaratri
Cerita Lubdaka dikisahkan oleh Mpu Tanakung, seorang Mpu besar pada zamannya, untuk menggambarkan makna mendalam dari Malam Siwaratri. Kata “Siwaratri” berarti “malam Siwa,” di mana Tuhan dalam wujud Dewa Siwa melakukan yoga semalam suntuk untuk memberikan pengampunan atas dosa-dosa manusia. Bagi umat Hindu, Hari Siwaratri menjadi momen untuk introspeksi, penyucian diri, dan memohon pengampunan.
Pada Malam Siwaratri, terdapat tiga brata (pantangan) yang dilakukan sebagai bentuk pengendalian diri:
- Mona: Berdiam diri tanpa berbicara.
- Jagra: Tidak tidur sepanjang malam.
- Upavasa: Berpuasa dengan tidak makan dan minum.
Siwaratri dirayakan setiap setahun sekali pada Purwani Tilem Sasih Kepitu (bulan ketujuh) dalam kalender Caka.
Refleksi dalam Kehidupan Modern
Malam Siwaratri juga mengajarkan nilai introspeksi diri di tengah kehidupan modern yang penuh tantangan. Dalam ajaran Hindu, pengampunan dosa sering diperdebatkan dalam konteks hukum karma. Namun, Malam Siwaratri dapat dimaknai sebagai momen untuk menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan menjalani hidup dengan lebih baik.
Dengan menyerap esensi dari kisah Lubdaka, kita diajak untuk terus berusaha memperbaiki diri, mengendalikan ego, dan hidup selaras dengan nilai-nilai kebaikan. Momentum ini mengingatkan bahwa penyesalan dan niat tulus untuk berubah selalu memiliki tempat dalam perjalanan spiritual manusia.
0 Reviews
ikuti kami di Google News