Tumpek Krulut: Hari Kasih Sayang Bali yang Penuh Makna

ilustrasi banten hindu/ canvakabarportal/
DENPASAR, KABARPORTAL.COM – Tumpek Krulut, sebuah perayaan suci dalam budaya Bali, hadir setiap 210 hari atau enam bulan sekali berdasarkan perhitungan Kalender Bali. Hari raya ini ditandai dengan pertemuan Saptawara Saniscara, Pancawara Kliwon, dan Wuku Krulut.
Dalam tradisi Hindu Bali, Tumpek Krulut dikenal sebagai “Hari Kasih Sayang” versi Bali, sebagaimana dijelaskan oleh Prof. Dr. Drs. I Made Surada, MA, dosen dari Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar, melalui laman disbud.bulelengkab.go.id.
Makna Tumpek Krulut
Kata “Tumpek” berarti tampek atau nampek yang merujuk pada kedekatan, sedangkan “Krulut” bermakna tresna atau kasih sayang dalam bahasa Sanskerta. Oleh karena itu, rahunan ini menjadi simbol kasih sayang yang mendalam, tidak hanya antarmanusia, tetapi juga kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai Dewa Iswara atau Kawiswara, dewa yang dikaitkan dengan keindahan dan seni, termasuk alat musik gamelan.
Perayaan ini bukan sekadar ritual, tetapi juga wujud penghormatan terhadap harmoni dan keindahan dalam kehidupan. Umat Hindu Bali mempersembahkan banten sesajen yang disesuaikan dengan desa kala patra (tempat, waktu, dan situasi). Sesajen ini biasanya meliputi ketupat, ajuman, tigasan, pengambean, dan peras, yang dihaturkan di dekat alat musik gamelan. Tujuannya adalah agar suara gamelan tetap indah dan memukau, mencerminkan keharmonisan dalam kehidupan.
Pelaksanaan Tumpek Krulut
Tumpek Krulut dirayakan dengan penuh khidmat di berbagai pura, sanggah, atau merajan. Sebagian umat Hindu juga menggelar upacara seperti petirtan, petoyan, atau ngerainin sebagai bentuk penyucian dan penghormatan. Upacara ini biasanya dilakukan pada hari Sabtu, seperti yang tercatat pada 7 Juni 2025, sesuai perhitungan Kalender Bali.
Selain sesajen, umat Hindu juga memanjatkan mantra khusus untuk memohon berkah dan perlindungan. Berikut adalah mantra yang digunakan dalam Tumpek Krulut:
Astra Mantra
Om Bhuktiyantu Sarwata Dewa
Bhuktiyantu Triloka Satata
Saganah sapari Warah
Sawarga sadasi dosah
Om Mahadewa namo byonamah swaha
Arti Mantra
Ya Sang Hyang Widhi, yang disebut Mahadewa, terimalah persembahan kami ini bersama hamba-hamba-Mu. Engkaulah pelindung Tribhuwana ini, semoga terhapuslah sepuluh Mala yang ada di badan kami, dalam membina kelestarian lingkungan hidup.
Mantra ini mencerminkan doa untuk keharmonisan, perlindungan, dan kelestarian lingkungan, sekaligus penghormatan kepada kebesaran Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Tumpek Krulut dalam Siklus Tahunan
Dalam tradisi Hindu Bali, Tumpek Krulut merupakan salah satu dari enam Tumpek yang dirayakan setiap tahun. Kelima Tumpek lainnya adalah Tumpek Landep, Tumpek Wariga, Tumpek Kuningan, Tumpek Uye, dan Tumpek Wayang. Masing-masing Tumpek memiliki makna dan tujuan tersendiri, namun semuanya bertujuan untuk memuliakan berbagai aspek kehidupan dan manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
Keunikan dan Relevansi
Rahinan ini tidak hanya sekadar perayaan keagamaan, tetapi juga cerminan nilai budaya Bali yang kaya akan makna. Hari ini mengajarkan pentingnya menjaga kasih sayang, harmoni, dan keindahan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan mempersembahkan sesajen di dekat gamelan, umat Hindu Bali menunjukkan penghargaan terhadap seni dan budaya sebagai wujud kasih sayang kepada alam dan Tuhan.
Perayaan ini juga relevan di era modern sebagai pengingat untuk menjaga keseimbangan antara tradisi dan kehidupan kontemporer. Dengan nilai-nilai kasih sayang yang diusung, Tumpek Krulut dapat menjadi inspirasi bagi siapa saja untuk menyebarkan cinta dan harmoni dalam kehidupan bermasyarakat.
***